RADARSEMARANG.COM, SEMARANG – Universitas, utamanya mahasiswa, menjadi sasaran berkembangnya paham radikal. Mereka menjadi sasaran persebaran paham ini dengan menyentuh sisi kebutuhan spiritualitas.
Ketua Tim Antiradikalisme Undip, Muhammad Adnan menjelaskan bahwa bibit radikalisme muncul dari sikap intoleransi. Yakni sikap tidak bisa menerima keberadaan orang lain yang berbeda. Biasanya, perasaan paling benar menjadi salah satu penyebab munculnya sikap intoleran ini.
”Memang, yang sering terjadi adalah karena perbedaan keyakinan dan agama. Sejauh ini, agama memang menjadi bumbu sedap untuk mencetak orang untuk menjadi intoleran dan radikalisme,” tandasnya.
Dalam konteks politik kontemporer Indonesia, ia tambahkan, radikalisme ingin mengubah ideologi bangsa Indonesia dan sistem kenegaraannya. ”Bisa dengan sistem yang mengatasnamakan Tuhan atau tidak. Dan tidak hanya pada berdasar agama saja,” ujarnya.
Juru Bicara Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Wawan H Purwanto mengatakan bahwa tanpa daya kritis, mahasiswa sangat rentan terpapar paham ini. Terutama seiring mudahnya akses segala bentuk informasi di dunia maya.
”Di dunia maya, yang perlu dilakukan adalah, kita harus tau siapa yang berbicara dan apa yang dibicarakan. Terlebih, di dunia maya, tidak ada yang bertanggungjawab,” ujarnya saat di Semarang, belum lama.
Perlu adanya literasi untuk menumbuhkan daya kritis di masyarakat. Literasi ini penting dilakukan mulai dari kementarian/lembaga, tokoh agama, hingga tokoh masyarakat. Minimal kepada komunitas di sekitarnya. Baik dilakukan secara langsung dengan tatap muka atau melalui media massa. ”Agar tidak salah paham dan terkenal pada paham yang salah,” tandasnya. (sga/ida)