RADARSEMARANG.COM, SEMARANG – Rencana pemekaran wilayah kecamatan dan kelurahan di Kota Semarang terus digodok. Pemekaran ini dilakukan lantaran beberapa kecamatan dan kelurahan dinilai sudah terlalu gemuk. Dari hasil kajian, Kota Semarang bakal dimekarkan menjadi 26 kecamatan dan 194 kelurahan, dari saat ini 16 kecamatan dan 177 kelurahan.
Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) Pemkot Semarang Hernowo Budi Luhur mengatakan, pemekaran wilayah ini dilakukan utamanya untuk mendekatkan pelayanan ke masyarakat menjadi lebih baik. “Sebagai contoh Surabaya, luasan wilayahnya hampir sama dengan Kota Semarang. Jumlah kecamatannya juga lebih banyak. Kenapa kita perlu membuat kajian pemekaran? Ini supaya kedekatan pelayanan ke masyarakat menjadi lebih baik,” ujar Hernowo, Rabu (2/10).
Dikatakan, dari diskusi finalisasi hasil focus group discussion (FGD) Kajian Penataan Wilayah Kota Semarang 2019, beberapa kecamatan dan kelurahan akan dipecah. Setidaknya akan ada 6 kecamatan dan kelurahan yang di dalamnya akan mengalami pemekaran. Antara lain, Tembalang menjadi 3 kecamatan, Ngaliyan 2 kecamatan, Pedurungan 2 kecamatan, Genuk 2 kecamatan, Semarang Barat 2 kecamatan, dan Banyumanik 2 kecamatan.
Selain itu, ada tiga kecamatan yang akan dimekarkan namun jumlah kelurahannya tetap, yakni Gunungpati menjadi 2 kecamatan, Kecamatan Mijen dipecah menjadi 2 kecamatan, dan Kecamatan Semarang Tengah akan dipecah menjadi 2 kecamatan.
Meski begitu, ada beberapa kecamatan yang tidak akan dilakukan pemekaran. Baik itu administratif kelurahan maupun kecamatannya. Yakni, Kecamatan Gajahmungkur, Kecamatan Semarang Timur, Kecamatan Gayamsari, Kecamatan Tugu, Kecamatan Semarang Selatan, dan Kecamatan Candisari. “Hanya satu kecamatan yang tidak mengalami pemekaran, namun kelurahannya mengalami pemekaran yaitu Kecamatan Semarang Utara,” ujarnya.
Dikatakan Hernowo, kondisi sekarang memang sangat kurang ideal, khususnya dari segi jangkauan.“Misalnya satu camat ngurusi 11 kelurahan, kan daya jangkaunya jadi jauh. Beda kalau 1 camat mengurusi 6 kelurahan, akan lebih efektif. Sehingga pimpinan wilayah itu akan lebih sering turun ke bawah. Itu pertimbangan utamanya,” katanya.
Hernowo menjelaskan, pemekaran administratif tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17/2018 tentang kecamatan. Di pasal 18 disebutkan penataan kelurahan dan kecamatan meliputi penggabungan atau penyesuaian kelurahan.
Di dalam pasal tersebut juga dijelaskan, pemekaran wilayah berdasarkan aspek jumlah penduduk, luas wilayah, maupun usia kelurahan itu. “Seperti kondisi wilayah ketersediaan SDM, sarana dan prasarana, kemudian kondisi perekonomian dan kondisi pelayanan publiknya. Hal itu yang saat ini kita gunakan untuk dasar penataan wilayah,” ujarnya.
Dijelaskan Hernowo, proses untuk sampai ke realisasi memang masih panjang. Pasalnya, harus dilihat pula kondisi di lapangan, kemudian munculkan naskah akademik. Dari naskah akademik tersebut supaya rencana ini dapat dicantolkan di Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
“Karena ini merupakan kebutuhan, mudah-mudahan di 2021 sudah bisa diperdakan. Karena di 2020 tidak mungkin dibahas, karena masih nunggu RPJM baru. Jadi, setelah RPJM baru muncul, itu baru bisa dibahas,” tuturnya.
Setelah masuk ke dalam RPJM Peraturan Daerah (Perda) pemekaran wilayah sebagai landasan hukum barulah dibentuk. Rencana pemekaran wilayah ini pun juga sudah sampai ke telinga DPRD Kota Semarang.
Anggota DPRD Kota Semarang Suharsono menilai tidak masalah jika Pemkot Semarang akan melakukan pemekaran wilayah dengan syarat sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014. “Dalam UU tentang Pemerintah Daerah (Pemda) tersebut, tujuan pemekaran adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan meningkatkan pemberdayaan masyarakat kelurahan,” ujar politisi PKS tersebut.
Suharsono menilai, dua tujuan itu memang harus menjadi dasar atau acuan utama dalam kerangka peningkatan pembangunan. Sehingga, lanjutnya, jika dua syarat itu menjadi dasar utama, maka rencana pemekaran wilayah kecamatan dan kelurahan dinilai tidak masalah.
“Saya kira tidak ada persoalan. Hanya kerangka yang perlu dipahami pengaturan masalah kecamatan itu diatur dalam UU 23 Tahun 2014 mulai dari pasal 221-230. Setiap pembentukan kecamatan itu harus dibentuk dengan Perda, artinya harus mendapatkan persetujuan DPRD bersama Pemkot,” katanya.
Lebih lanjut, Suharsono mengatakan pada pasal 230 juga menyebutkan pembentukan kelurahan itu harus didasarkan pada Perda. Sehingga, karena mekanismenya melalui Perda, maka secara yuridis disiapkan kerangka naskah akademiknya, alasan filosofisnya, dan alasan yuridis pembentukan kelurahan/kecamatan.
Kemudian dalam mekanisme pembentukan kecamatan/kelurahan selain mendapat persetujuan bersama antara dewan dan pemkot, juga sebelum ditetapkan wali kota, maka disampaikan kepada menteri terkait dulu melalui gubernur. “Kita mendukung pemekaran wilayah ini,” tegasnya.
Suharsono melanjutkan, lebih teknis lagi yang harus diperhatikan dalam pembentukan pemerintahan, yaitu untuk pembentukan kecamatan minimal setiap kelurahan ada 8 ribu jiwa atau 1.600 KK dengan luas wilayah 7,5 kilometer persegi (Km2).
Kemudian cakupan wilayahnya paling tidak terdiri dari 5 kelurahan dan usia kecamatan lebih dari 5 tahun. Sedangkan untuk pembentukan kelurahan jumlah penduduk setiap kelurahan minimal 8 ribu atau 1.600 KK dengan luas wilayah 3 Km2 dengan usia kelurahan minimal 5 tahun.
“Artinya kita lihat kalau pemerintah kota ingin melakukan pemekaran aspek-aspek atau syarat-syarat tadi harus dipenuhi, dipetakan semuanya. Tidak hanya memperbanyak atau pemekaran tapi juga ada penggabungan,” tegasnya.
Dia mencontohkan Kecamatan Ngaliyan ada 10 keluaahan, tapi yang berpenduduk lebih dari 8 ribu itu menurutnya hanya sekitar 7. Yang lainnya seperti Gondoriyo, Wates, dan Babankerep kurang dari jumlah itu.
Selain itu, contoh lainnya di Kecamatan Tugu yang mana dari 7 kelurahan yang penduduknya lebih dari 8 ribu jiwa juga hanya Mangkang Wetan dan Tugurejo. Yang lainnya sepertinya belum memenuhi syarat.
“Antara Tugu dan Ngaliyan barangkali nanti ada yang dimekarkan, tapi ada juga yang digabungkan. Ini saya ambil contoh di 2 kecamatan, saya belum melihat secara keseluruhan di 16 kecamatan,” katanya.
Sebagai informasi, luas wilayah Kota Semarang mencapai 373,7 ha, sedangkan jumlah penduduk sebanyak 1,79 juta jiwa. Artinya, kepadatan penduduk kota tersebut sebesar 4.780 per km persegi. “Kalau di bagi rata syarat minimal ada 223 kelurahan karena syarat minimal kelurahan berjumlah 8 ribu jiwa,” imbuhnya. (ewb/aro)