RADARSEMARANG.COM, SEMARANG-Masyarakat semakin dewasa dan selalu bisa menjaga kondusivitas Jawa Tengah. Hal itu bisa dilihat dari minimnya masalah mengenai perbedaan agama, suku, ataupun ras maupun golongan yang saat ini sedang sensitif.
Anggota Komisi A DPRD Jateng, Amir Darmanto, mengatakan, untuk mengurangi masalah sebaiknya tidak melakukan penghakiman (judgement) kepada orang yang berbeda pandangan. Biarkan perbedaan itu berjalan seperti yang sudah terjadi dari dulu.
“Mempraktikkan kebhinekaan bisa dimulai dari lingkungan sekitar terlebih dahulu seperti tolerasi terhadap perbedaan agama dalam keluarga,” katanya dalam diskusi Dialog Parlemen dengan tema Harmonikan Kebhinekaan, di Hotel Gets Semarang.
Ia menambahkan, Negara ini dibangun atas perbedaan jangan men-judge kalau budaya, agama, atau suku kita itu yang paling benar. Mari kita rekatkan irama yang beda itu sehingga bisa jadi indah. Keluarga saya ada yang beda agama dan beda pandangan politik tapi kami tetap satu keluraga besar. “Untuk apa kita bertengkar karena berbeda, kalau berbeda itu indah,” ujarnya.
Kepala Politik Dalam Negeri Kesabangpol Jateng, Ibnu Kuncoro mengatakan bahwa kebhinekaan di Jateng masih sangat terawat dengan adanya peraraturan hari Kamis pekan ke-4. Semua pegawai pemerintahan wajib menggunakan busana adat. Bukan cuma busana adat khas Jateng saja, tetapi juga busana khas provinsi lainnya. “Hal itu menurut saya adalah bentuk dan simbol keberagaman Pancasila dan merupakan bagian dari penerapan bhinneka tunggal ika yang harus dijunjung tinggi,” katanya.
Untuk terus menjaga semua itu, elaborasi antara masyarakat dan pemerintah harus dijaga oleh eksekutif dan legislatif. Yang tersulit adalah merawat kebhinnekaan. Di Indonesia ada ribuan perbedaan tetapi konflik jarang terjadi dan dapat cepat diatasi. Berbeda dengan di AS yang minim perbedaan tetapi konflik malah sering terjadi.
“Ini yang harus dicermati dan resapi lagi dengan negara besar dan masyarakat yang banyak. Indonesia harus lebih bisa menjaga tolernasi lagi. Kita ini disorot dunia karena dengan perbedaan yang luar biasa banyak, tetap bisa bersatu dalam kebinnekaan,” kata Akademisi USM, Muhammad Junaidi. (fth/ida)