RADARSEMARANG.COM, SEMARANG-Dukungan publik mengalir kepada gadis asal Semarang berinisial S, korban dugaan pemerkosaan oknum notaris. Dukungan kali ini, datang dari LRC-KJHAM (Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia). Sebelumnya, dukungan datang dari Karangtaruna Kartini Kota Semarang dan Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Kota Semarang.
Selain itu dalam persidangan yang dipimpin hakim Andi Astara, Rabu (7/8) lalu, tampak korban didampingi oleh tim Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta puluhan personel kepolisian.
Dalam kasus itu, menjerat oknum notaris asal Denpasar, Bali, I Nyoman Adi Rimbawan, 45, yang tercatat sebagai alumnus doktor Ilmu Hukum Unisula Semarang dan alumnus Magister Kenotariatan Undip Semarang. Suasana berbeda terjadi dalam sidang pemeriksaan korban yang berlangsung secara tertutup. Selama sidang berlangsung, korban dikabarkan menangis. Bahkan sidang sempat diskors cukup lama berlangsung dari pukul 11.14 hingga 15.21.
Dari pengamatan RADARSEMARANG.COM di luar ruang sidang, saat korban diperiksa, terdakwa ditempatkan di ruang tahanan Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Sesekali korban terlihat mengusap pipi, yang gerakannya terlihat melalui kaca di luar ruang sidang.
Usai sidang, keangkuhan terdakwa sudah tak terlihat seperti saat agenda putusan sela. Terdakwa hanya menghalau pertanyaan awak media, sembari masuk ruang sidang. Terdakwa memilih bungkam, sama halnya tim penasehat hukumnya, Yudi Sasongko dan Kairul Anwar. Sedangkan satu timnya Muhtar Hadi Wibowo, hanya berkomentar sedikit meminta publik menggunakan azas praduga tak bersalah dan menghormati proses sidang.
Saat ditemui awak media, salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jateng, Slamet, menyebutkan bahwa dari hasil pemeriksaan terdakwa sebagian mangkir atau tak mengakui. Namun ada beberapa yang diakui terdakwa. Terkait kasus itu, diakuinya, masih banyak saksi yang akan dipanggil, termasuk saksi ahli.
“Agenda kali ini, yang diperiksa saksi korban, sidangnya lancar. Tadi korban sampai menangis di persidangan karena mungkin membayangkan kelakuan terdakwa. Kembali ingat kejadian dan traumatis yang mendalam,” kata Jaksa Slamet.
Sedangkan, Kepala Divisi Bantuan Hukum pada LRC-KJHAM, Nihayatul Mukaromah meminta pengadilan dapat memberikan putusan seberat-beratnya sesuai UU Perlindungan Anak. Pihaknya mendorong pengadilan memutus selama 20 tahun penjara kepada pelaku apabila terbukti di persidangan. (jks/ida)