RADARSEMARANG.COM, Salatiga – UKSW memberikan konfirmasi berkait kesulitan biaya hidup 210 mahasiswa asal Pegunungan Bintang, Papua.
Wakil rektor UKSW Yafet Rissy menegaskan, pihaknya tidak mengabaikan kondisi para mahasiswa asal Pegunungan Bintang. Pihaknya sudah melakukan dukungan dengan maksimal. Dan kampus sudah memberitahukan dampak yang terjadi jika pemkab setempat tidak menindaklanjuti keluhan mahasiswa akibat keterlambatan pengiriman dana pendidikan.
Dijelaskan dia, program kerjasama antara UKSW dengan pemkab Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan sudah berjalan dua tahun. Kesepakatan yang ada adalah beaya pendidikan dan hidup 210 mahasiswa.
“Total biaya kerjasama Rp 28,134 miliar. Pada tahun pertama, pemkab hanya transfer Rp 1,5 miliar dan kedua Rp 3,5 miliar. Total dana Rp 5 miliar itu tidak ada yang digunakan untuk kepentingan kuliah,” tandas Yafet.
Uang itu digunakan untuk biaya kehidupan para mahasiswa. Rerata perbulan, tiap mahasiswa mendapatkan transfer hingga Rp1.5 juta. Namun karena tidak ada kiriman lagi, maka terhenti per Januari 2023. Bahkan kampus sudah nombok hingga Rp. 200 juta.
Keterlambatan pembayaran ini mengakibatkan ratusan mahasiswa kesulitan untuk biaya makan dan kos. Hingga akhirnya kasusnya mencuat dan mendapatkan respons dari Pemkot Salatiga.
“Kita sudah mengumpulkan tokoh dan juga perwakilan dari sana untuk membahas kondisi ini. Harapannya, segera ada solusi dalam waktu dekat,” tegas Yafet saat jumpa pers dengan media.
Sementara terpisah, PJ wali kota Sinung N Rachmadi menegaskan, dirinya terus memantau perkembangan para mahasiswa. Bantuan akan dikucurkan sesuai dengan kebutuhannya.
“Per 10 hari akan kita pantau. Kita sudah mendapatkan ijin dari pak gubernur untuk menangani kondisi ini hingga tuntas,” tegas dia. (sas/bas)