RADARSEMARANG.COM – Indonesia saat ini masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu masalah gizi yang menjadi perhatian utama saat ini adalah masih tingginya anak balita pendek (stunting). Rumah Pemulihan Gizi DKK Salatiga pun menekankan program Muser Gunting.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Dengan demikian periode 1000 hari pertama kehidupan sebaiknya mendapat perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang di masa depan.
Penyebab utama stunting adalah kurangnya asupan gizi yang diterima oleh janin/bayi. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal anak lahir. Tetapi stunting baru tampak setelah anak berusia 2 tahun.
Penyebab stunting selain faktor kesehatan, termasuk kurangnya asupan gizi, bahkan disebabkan oleh faktor multi dimensi. Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh stunting, dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh.
Jangka panjangnya yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua. Kesemuanya itu akan menurunkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, produktivitas, dan daya saing bangsa.
Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Salatiga Siti Zuraidah menuturkan, Kota Salatiga data prevalensi stunting berdasarkan hasil operasi timbang tahun 2018 yaitu sebesar 16,02 persen pada Baduta (738 dari total 4.608) dan 15,58 persen Balita (1.660 dari 10.656).
Menurut dia, penanganan stunting merupakan prioritas pembangunan nasional. Penanganan stunting dilakukan secara komprehensif, sinergis baik melalui intervensi spesifik oleh sektor kesehatan dan intervensi sensitif oleh sektor non kesehatan pada sasaran utamanya pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) seorang anak sampai berusia 2 tahun.
Penanganan stunting tidak hanya parsial, yang akan berputar terus di berbagai masalah yang kompleks. Masalah stunting harus dikomunikasikan di semua jenjang mulai tingkat Posyandu, Kelurahan, Kecamatan, Puskesmas, sampai tingkat Kota. Sehingga penanganan tersebut bisa tuntas mulai data sasaran yang tepat, sosialisasi, edukasi dan komunikasi, perawatan, sampai rujukan bila dibutuhkan. Penanganan Stunting harus komprehensif (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif) dan sinergi semua sektor, sejak dari hulu hingga hilir.
“Penanganan yang komprehensif dan multi sektor tersebut menjadi ide inovasi untuk melakukan intervensi pada kasus stunting termasuk masalah gizi lainnya secara sinergi melalui Rumah Pemulihan Gizi Sinergitas Penanganan Stunting (Muser Gunting),” jelas Zuraidah.
Muser Gunting bisa dimaknai sebagai penyelesaian masalah cepat dengan digunting. Sebelumnya masalah selalu muser (berputar).
RPG secara fisik pusatnnya berada di kantor KPM. Namun, penerapannya kegiatannya menyebar hingga puskesmas. Temuan masalah kesehatan anak di tingkat warga akan diupayakan selesai oleh puskesmas. Jika hal itu berkait dengan kesehatan. Namun jika ada permasalahan lain, kasus akan dibawa dalam mini lokakarya, kegiatan lintas sektor yang melibatkan pemangku kepentingan di tingkat kecamatan. “Jika sudah dibawa ke minlok, akan berupaya diselesaikan dengan melakukan intervensi langsung ke warga. Misalnya pemberian makanan tambahan,” jelas dia.
Namun, jika masih belum juga terselesaikan, akan dibawa ke RPG. Disana akan disediakan pula tenaga ahli kesehatan yang akan membantu penyelesaian masalah. “Dilakukan rutin dengan terjadwal. Banyak warga yang membawa balitanya ke RPG sesuai jadwal yang diberikan. Disana, semua masalah diharapkan digunting (diselesaikan),” imbuh Zuraidah.
Sebelum adanya inovasi Muser Gunting penanganan stunting hanya sebatas intervensi kesehatan saja. Sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk penanganannya dan berputar terus di masalah yang tidak pernah selesai. Saat ini dengan adanya inovasi Muser Gunting dapat mempercepat siklus penanganannya dan komunikasi multi sektor baik pemerintah, swasta, organisasi profesi, PKK menjadi lebih efektif dan efisien.
Inovasi ini memberikan dampak positif bagi sasaran dengan masalah gizi dan stunting yang kurang mampu langsung bisa masuk dalam kepesertaan BPJS untuk mempermudah akses pelayanan kesehatan. Selain itu masalah sosial dan lingkungan juga ditangani.
Masalah gizi pada balita bisa tertangani. Prevalensi stunting bisa diturunkan. Hal ini dibuktikan dengan data hasil operasi timbang by name by address. Prevalensi stunting di Kota Salatiga dari tahun 2018 yaitu sebesar 16,02 persen pada Baduta (738 anak) dan 15,58 persen Balita (1.660 anak).
Tahun 2019 sebesar 7 persen (324 anak baduta) dan 10,80 persen (1.228 balita); tahun 2020 sebesar 7 persen (329 baduta) dan 9,58 persen (1.099 balita); tahun 2021 sebesar 8 persen (286 baduta) dan 9 persen (856) balita. Pada Februari 2022 sebesar 5,4 persen (204 baduta) dan 6,38 persen (647 balita). Muser Gunting diharapkan dapat mewujudkan generasi yang sehat, produktif dan berkualitas. (sas/ida)