RADARSEMARANG.COM, Salatiga – 12 Mahasiswa Keio University Jepang Program Intensif Bahasa dan Budaya Indonesia (PIBBI) di UKSW. Program yang berlangsung sejak 21 Agustus.
Dalam acara penutupan, penyerahan sertifikat tanda kelulusan PIBBI digelar penampilan dari peserta PIBBI Keio. Mengenakan baju adat dari sejumlah daerah di Indonesia, 12 mahasiswa asal Jepang ini menampilkan kemampuan mereka memainkan angklung, alat musik dari Sunda yang mereka pelajari selama kurang lebih dua minggu. Lagu Cublak-cublak Suweng dimainkan peserta PIBBI Keio dengan angklung di depan para pengajar, sahabat LTC dan juga orang tua asuh homestay.
Tak hanya itu, peserta PIBBI juga berkesempatan menunjukkan tarian Ondel-ondel dan menari bersama diiringi lagu “Sajojo” dan “Goyang Maumere”.
Direktur LTC UKSW Johanna Likumahuwa yang ditemui disela acara mengungkap PIBBI Keio kembali diadakan setelah kurang lebih dua setengah tahun vakum karena pandemi Covid-19.
“Kami sangat senang akhirnya program internasional UKSW kembali dilakukan secara offline. Terakhir kali PIBBI Keio diselenggarakan adalah pada bulan Maret 2020, sebelum di Salatiga diberlakukan pembatasan sosial berskala besar. Dalam PIBBI Keio kali ini, peserta melakukan banyak kunjungan lokal seperti ke pasar tradisional, lapangan Pancasila, hingga cafe-cafe yang ada disekitar UKSW untuk melakukan interaksi dengan warga setempat. Selain itu, peserta juga mencoba alat transportasi lokal seperti angkot, becak, dokar, hingga transportasi online sambil membuat laporan dan presentasi mengenai kunjungan mereka,” terang Johanna.
Selain itu, LTC UKSW juga menggandeng Program Studi Destinasi Pariwisata Fakultas Interdisiplin dan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Bachelor of International Primary Education (BIPE) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan untuk mengadakan kegiatan Berbagi Budaya.
“Dalam kegiatan Berbagi Budaya ini, para peserta PIBBI Keio berinteraksi secara intensif dengan mahasiswa UKSW mengenai budaya Jepang dan Indonesia seputar makanan khas, tempat wisata, festival di Jepang, mencoba makanan kecil Salatiga seperti klepon, putu ayu, hingga lekker, dan juga bermain permainan tradisional Indonesia serta permainan yang biasanya dilakukan ketika merayakan kemerdekaan Indonesia,” imbuh Johanna.
Sementara itu, penanggung jawab PIBBI Keio dari Keio University, Yo Nonaka, Ph.D., juga menyampaikan rasa senangnya PIBBI Keio dapat kembali diselenggarakan setelah vakum selama kurang lebih dua setengah tahun. Dikatakannya, bahasa Indonesia menjadi salah satu mata kuliah pilihan di sana dan selama ini peminatnya cukup banyak.
“Melalui PIBBI, mahasiswa Keio mendapatkan pengalaman berharga karena dapat langsung berkomunikasi, berinteraksi dan berteman dengan orang Indonesia dan juga belajar budayanya. Ini akan jadi pengalaman berharga buat mahasiswa Keio. Saya berharap PIBBI dapat kembali diadakan secara onsite Februari mendatang,” katanya.
Selama kurang lebih dua minggu mengikuti kegiatan PIBBI meninggalkan kesan mendalam buat pesertanya. Nagasawa Pati Akitosh salah seorang peserta menuturkan bahwa Salatiga adalah kota kecil yang indah.
“Saya suka gunung dan di Salatiga ada Gunung Merbabu. Kalau bisa ke sini lagi, saya ingin mendaki Gunung Merbabu. Salatiga juga menyenangkan, makanannya juga enak-enak, saya suka tumpang koyor,” katanya.
Senada Koko Kuga juga menyampaikan rasa senangnya mengikuti PIBBI. “Di sini sangat indah banyak tempat yang bagus. Orang-orangnya juga ramah, mereka menyambutku dengan senang,” kata penyuka pisang goreng ini. (sas/bas)