RADARSEMARANG.COM, Semarang – Terdakwa kasus dugaan korupsi BPR Salatiga, Tri Andari Retno Adi, meminta dibebaskan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Hal ini disampaikan kuasa hokum terdakwa, Hermansyah Bakrie, dalam sidang agenda pledoi di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (3/2).
Permintaan tersebut berdasar pada tidak terbuktinya terdakwa menggunakan dana nasabah maupun deposito. Hal ini didukung dari keterangan delapan saksi yang telah dihadirkan.
Ia juga menyanggah tuduhkan saksi Dwi widyanto dan Sunarti yang juga terdakwa dalam kasus ini, jika terdakwa Tri Andari menggunakan uang sebesar Rp 1,1 miliar. Sebab, BPR Salatiga sebagai BUMD seharusnya melakukan audit dan laporan secara resmi berdasarkan standar oprasional prosedur. Selain itu juga harus dilakukan persetujuan dari Direktur Utama. Namun, dua terdakwa tersebut melakukan audit secara pribadi, bahkan tidak diketahui pimpinan.
“Dengan demikian keterangan Dwi Widyanto dan Sunarti bahwa kesaksian tersebut bisa dikategorikan memberikan kesaksian palsu,” ujarnya membacakan pledoi.
Oleh karena itu, lanjut Hermansyah, terdakwa yang merupakan mantan Direktur BPR Salatiga ini, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh JPU dalam dakwaan subsidair denda Rp 300 juta dan atau membayar denda Rp 5,8 miliar atau pengganti kurungan selama empat tahun.
Tak hanya itu saja, ia menilai dakwaan JPU memiliki ketidakjelasan berupa tidak terpenuhinya kaidah-kaidah penyusunan surat dakwaan. Sehingga menyesatkan atau misleading dan cenderung asal-asalan dalam penerapan pasal. Menurutnya, hal ini mengisyaratkan jika JPU tidak memahami duduk perkara.
Selain meminta dihukum seringan-ringannya dan membebankan biaya perkara kepada negara, ia juga minta dibebaskan dari tuntutan jaksa.
“Membebaskan tuntutan jaksa denda kepada terdakwa senilai Rp 300 Juta. Membebaskan tuntuan jaksa denda senilai Rp 5,8 miliar,” tegasnya. (ifa/zal)