26 C
Semarang
Saturday, 14 June 2025

Puluhan Santri dan Ustad Donorkan Plasma Konvalesen

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Salatiga – Ma’had Tahfizhul Quran As Surkati Salatiga sempat ditutup setelah 188 santri dan ustadnya terpapar korona. Kejadiannya pada awal Desember 2020.

Namun pepatah Ada hikmah setelah musibah terbukti. Kini puluhan santri menjadi pendonor rutin plasma konvalesen. Ratusan permintaan donor plasma tiap hari berdatangan kepada mereka. Menjadi penyintas korona ternyata bisa bermanfaat bagi sesama.

Suasana pondok yang dipimpin Diding Fathuddin kemarin terlihat santai. Beberapa santri tengah beraktivitas di dalam pagar pondok. Wartawan mendapatkan informasi dari Ahmad Ayatul Yaqin, salah satu ustad yang juga pendonor plasma.

Ia memaparkan tentang kronologi awal mereka menjadi pendonor plasma. Setelah selesai menjalani masa isolasi, mereka dihubungi oleh PMI Surakarta. Menawarkan untuk menjadi donor plasma.

“Setelah dipertimbangkan, akhirnya disetujui. Karena dari sini bisa membantu masyarakat yang membutuhkan,” tutur Ayat, sapaan akrabnya.

Dikatakan, dari total yang sudah sembuh dari korona, hanya sekitar 50an santri dan ustad yang bisa menjadi pendonor plasma. Yang bisa adalah yang berusia di atas 18 tahun.

Mereka pun mulai mendonorkan diri. Februari 2021 lalu. Pertama kali mendonor, dari penyaringan awal yang lolos sekitar 30-an orang. “Yang dicek adalah kondisi, berat badan, usia dan beberapa lainnya,” tuturnya.

Setelah proses awal itu, donor plasma dilakukan rutin setiap bulan. Donor plasma konvalesen sedikit berbeda dengan donor darah biasa. Dibutuhkan waktu lebih lama, yakni kisaran 50-60 menit untuk mengambil. “Di luar yang rutin, jika memungkinkan memang kita membantu personal yang membutuhkan. Jumlahnya cukup banyak, hingga ratusan per hari,” ujarnya.

Misalnya kemarin, ia mencontohkan dari telepon genggamnya ada sekitar 200-an pesan yang meminta menjadi donor. Selain  itu juga 80-an telepon masuk. “Namun semua itu, kita arahkan ke PMI agar terkoordinasi,” terang pria yang sudah lima kali mendonorkan plasmanya.

Ia menandaskan, aksi mereka murni kemanusiaan. Tidak ada faktor ekonomi. “Inilah yang disebut ada hikmah yang datang setelah musibah,” ujarnya.

Dokter Nunung Setyowati yang menangani kasus korona di ponpes tersebut mengapresiasi kesediaan keluarga besar ponpes. Menurutnya, hal ini, bisa ditiru oleh para penyintas lainnya agar mau berbagi kepada sesama. (sas/zal) 

 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya