28 C
Semarang
Saturday, 19 April 2025

Tegang Ditensi Berkali-kali, Selesai Divaksin Langsung Lapar

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Mendapatkan jatah vaksin sinovac itu cukup dilematis. Maksud hati ingin mendapatkan proteksi dari pandemi ini. Namun rasa takut itu muncul dengan sendirinya. Mungkin karena banyak membaca isu tentang efek sampingnya.

Lewat berbagai pertimbangan, saya memilih untuk bisa Ikut divaksin. Dengan gagah berani saya berangkat ke puskesmas Cebongan. Sekitar tiga kilometer dari tempat tinggal.

Sampai di sana, hampir semua teman media sudah berproses penyuntikan. Saya ambil nomor antrean yang ada di pintu masuk. Dapat nomor 14. Di belakang ada, masih ada Yulianto, wartawan media elektronik televisi.

Langkah awal adalah menyerahkan blanko screening awal yang sudah diisi sebelumnya. Berisi tentang riwayat kesehatan dan juga kondisi tubuh saat divaksin. Saat di cek, suhu badan saya 36,1 derajat celsius. Normal.

Gurauan dengan beberapa teman yang sudah menerima injeksi menjadikan suasana makin rileks.

Namun keceriaan sontak berangsur surut. Berubah menjadi agak tegang. Saat harus duduk ke depan meja screening. Lengan kanan diserahkan ke perawat untuk diukur tensinya. Detak jantung terasa mengencang. Agak gelisah. Sedikit melirik ke angka yang muncul di alat otomatis yang mengukur tekanan darah itu.

“Ah pasti lolos, ” ujar saya dalam hati memantapkan diri. Ternyata berbeda. Tensi saya tinggi. Bawah 114 dan atas 165.

Diulang lagi. Perawat minta lebih rileks. Karena awam, kata rileks saya gunakan untuk berbincang. Ternyata keliru. Saat tensi tidak boleh banyak bicara. Benar juga, hasilnya tambah tinggi. “Alat digital ini sangat responsif. Tidak boleh berbicara. Apalagi bicara kencang. Pasti naik, ” jelas Kepala DKK Salatiga Siti Zuraidah yang bertemu.

Karena belum lolos dari screening, petugas meminta saya untuk keluar sebentar dan menenangkan diri. Limabelas menit lagi akan ditensi ulang. Rasa berdegub itu tidak kunjung usai. Setelah agak tenang akhirnya memberanikan diri untuk ditensi ulang. Sekali masih agak tinggi. Diulang lagi, dan lolos. Alhamdulillah.

Petugas di bilik vaksinasi ada dua. Satu yang menyiapkan suntikan dan dokter yang menyuntik. Vaksin gelombang kedua ini berbeda packing-nya dibanding yang pertama. Kali ini, satu ampul berisi 5ml untuk 10 orang. Masing – masing orang dosisnya 0,5 ml. Tahap pertama dulu, satu orang satu kemasan vaksin.

Dokter kemudian mengusap tempat yang akan disuntik dengan alkohol. Setelah agak kering, jarum pun ditusukkan. “Jangan tegang,” ujarnya. Tidak ada rasa sama sekali. Sampai dokter memasang plester penutup. Tepat pukul 08.35.

Plong? Belum. Ketakutan justru lebih terasa usai divaksin. Berbagai kabar burung tentang dampak vaksin mewarnai isi kepala. Imbasnya, panik.

Saat disuruh menunggu 30 menit untuk evaluasi, saya memilih pergi keluar puskesmas. Masuk ke mobil dan tiduran. Waswas terus menghantui. Tidak terasa sudah lebih dari satu jam.

Baru lah rasa plong itu datang. Dan efeknya mulai terasa. Lapar. Akhirnya mantap. Vaksin ini aman sepanjang sesuai dengan rambu yang ditetapkan. (sas)

 

 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya