RADARSEMARANG.COM, Pekalongan – Kawasan pesisir di Pekalongan Utara yang kumuh akibat terkena rob akan disulap menjadi destinasi wisata baru berbasis kearifan lokal. Salah satunya di Kelurahan Krapyak, melalui program Kotaku hasil kolaborasi Pemkot Pekalongan dan Pemprov Jateng.
“Pengerjakan fisik kawasan Krapyak diperkirakan pada September 2020 setelah pengadaan tanah yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) selesai,” ujar Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Dinperkim) Kota Pekalongan Muhammad Sahlan Sabtu (27/6/2020).
Dijelaskan, kawasan Krapyak, Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan diprioritaskan menjadi kawasan percontohan penanganan kumuh sekaligus dikembangkan menjadi destinasi wisata berbasis kearifan lokal.
Diungkapkan, Pemkot Pekalongan telah menetapkan kawasan Krapyak merupakan kawasan prioritas yang akan dituntaskan penanganan kawasan kumuhnya melalui program Kotaku. Rencana ini sudah dimulai sejak 2017 yang didasarkan pada SK Wali Kota tentang Penetapan Kawasan Kumuh yang diterbitkan 2016.
Menurut Sahlan, di wilayah tersebut memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan. Baik perikanan, budaya, batik, dengan didukung potensi wisata kuliner khas daerah setempat seperti gulai kacang hijau, mi so dengkul, bubur suro, dan sebagainya.
“Untuk kawasan permukiman, pemkot akan menyambungkan kawasan Krapyak dengan kawasan heritage di Jetayu melalui jembatan yang dikhususkan untuk bisa dilalui oleh sepeda dan becak,”ungkapnya lagi.
Sementara itu, Sekretaris Dinperkim Kota Pekalongan, Andrianto menjelaskan konsep Pemkot melakukan penataan kawasan Krapyak juga mengubah wajah kawasan menjadi menarik dan mendukung wilayah destinasi wisata di Kota Pekalongan.
Pihaknya menegaskan tantangan besar di kawasan tersebut yang harus diselesaikan terlebih dahulu yakni adanya banjir rob yang merupakan limpasan dari Sungai Kupang atau Sungai Loji.
Pihaknya sudah koordinasi dengan Pusdataru Jateng dan Kementerian PUPR untuk membangun sarana penanggulangan banjir rob, dan di kawasan penataan tersebut. Setidaknya ada 137 warga terdampak program (WTP) yang bagian rumahnya terkena dari penataan kawasan tersebut. Sebanyak 21 WTP di antaranya bagian rumahnya terkena lebih dari 80 persen dan sudah tidak layak huni sehingga mereka harus relokasi. Selanjutnya, dari 5 orang dari 21 WTP tadi sudah menyatakan relokasi mandiri, namun 16 WTP sisanya ini yang perlu dipikirkan bersama supaya mereka terfasilitasi untuk memiliki tempat tinggal yang layak huni. (han/lis/bas)