RADARSEMARANG.COM, Pekalongan – Suasana Ramadan di Pondok Pesantren (Ponpes) Syafi’i Akrom Pekalongan tampak sepi. Dari total 500 santriwati yang ada, saat ini hanya tersisa 25 santriwati yang mengikuti kegiatan Ramadan di pondok.
Sebanyak 475 santriwati telah dipulangkan ke kota asalnya sebelum Ramadan tiba. Hal inilah yang membuat sejumlah kegiatan tampak sepi dan tak semeriah biasanya.
Sebut saja kegiatan pasaran atau ngaji yang dilaksanakan sebelum buka puasa. Pasaran yang biasanya diadakan di masjid, kini dialihkan di kediaman kiai. Kegiatan ini pun tak lagi diwajibkan untuk seluruh santriwati.
M Asrori selaku asatidz atau guru di pondok pesantren yang berdiri hampir 35 tahun ini mengungkapkan bahwa pelaksanaan pasaran tahun ini pun berbeda dari sebelumnya. Kegiatan pasaran kini dilengkapi dengan live streaming Instagram dan Facebook.
“Ini idenya para santri. Supaya teman-temannya yang sudang pulang kampung atau masyarakat umum juga bisa menyimak kegiatan pasaran ini,” ungkap Asrori kepada RADARSEMARANG.COM, Minggu (3/5).
Selain dilaksanakan sebelum buka puasa, kegiatan pasaran juga dilaksanakan seusai salat Subuh, salat Dzuhur, serta selesai salat Tarawih. Kegiatan ini untuk mengisi kekosongan agenda yang ditiadakan selama pandemi.
Dijelaskan oleh salah seorang santriwati, Selvi, 21, bahwa pasaran merupakan kegiatan mengaji tiga kitab yang berbeda. Di antaranya kitab Ta’lim Muta’alim, kitab Riyadhus Shalihin, serta kitab Nashoihul Ibad. Selain mengaji kitab, pasaran juga diisi dengan tausiyah dari asatidz atau kiai.
Kegiatan pasaran selesai ketika memasuki waktu berbuka puasa. Buka bersama pun dilakukan secara sederhana dengan menu makanan yang sederhana pula. Menu kali ini adalah nasi, sayur terong, dan tempe. Ditambah dengan kolak pisang sebagai minuman pembuka. “Kami masaknya sedikit karena santri yang tersisa juga sedikit. Ini kami juga masak sendiri,” terang Selvi.
Biasanya buka puasa dipimpin oleh kiai, namun karena pak kiai berhalangan hadir, maka para santriwati melaksanakan buka puasa secara melingkar dan berdoa secara bersama-sama.
Usai buka puasa bersama, para santriwati juga melaksanakan salat tarawih berjamaah. Mengingat adanya larangan untuk salat tarawih di masjid, mereka melaksanakan salat Tarawih di pondok dan dipimpin oleh salah satu dari mereka.
“Sebelum ada korona, salat Tarawih di masjid selalu ramai. Sampai kadang masjidnya penuh dan harus ada yang di luar. Beda dengan sekarang yang sepi dan hanya bisa dilakukan di pondok,” tutup Selvi sedih. (nor/ida/bas)