PEKALONGAN – RADARSEMARANG.COM – Selain ramah lingkungan, pemakaian warna alam membuat batik lebih menarik. Bahkan pemakaian warna alam menjadi tuntutan zaman berbagai negara yang tengah menggalakkan produk-produk back to nature. Hal ini yang memunculkan ide, membuat batik dari pewarna alami dari kulit pohon mangrove.
“Kami ingin generasi muda yang baru mengenal batik bisa memulai dengan memanfaatkan warna alam dalam proses membatik,” ujar Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah Kota Pekalongan (Dindagkop-UKM), Bambang Nurdiyatman SH, Selasa (8/10/2019).
Untuk itu Pemerintah Kota Pekalongan melalui Dindagkop-UKM menggelar Workshop Regenerasi Batik “Batik Masa Depan Back to Nature” di Omah Kreatif Batik Kauman, Kecamatan Pekalongan Timur, Kota Pekalongan.
Dijelaskan Bambang, workshop yang digelarnya, sengaja memperkenalkan limbah kulit mangrove sebagai pewarna batik. Yamh kali ini menghadirkan Praktisi R Hoesein Eddy Winoto sebagai narasumber. Workshop yang diikuti oleh perwakilan dari berbagai paguyuban batik di Kota Pekalongan ini juga dihadiri oleh Komisi Nasional Indonesia (KNI) UNESCO.
“Dindagkop-UKM Kota Pekalongan rutin menggelar workshop tetapi pada momen kali, dengan tema batik warna alam,” imbuhnya.
Menurut Bambang saat ini tuntutan masyarakat luar negeri banyak yang kembali ke alam. Selain meningkatkan nilai jual batik dengan warna alam tentu akan lebih ramah terhadap lingkungan. . Inilah yang harus mulai dibekalkan ke generasi muda agar bisa menekuni batik warna alam.
Sementara itu Ketua Perkumpulan Kampoeng Batik Kauman HM Husni Mubarok menyampaikan rasa syukurnya di Omah Kreatif Batik Kauman ini dapat diselenggarakan workshop regenerasi batik dan pengelolaan mangrove.
“Kami hadirkan pakar dari Slamaran yang membahas bagaimana kulit mangrove menjadi zat yang bisa digunakan untuk proses pewarnaan batik,” tandas Husni.
Disampaikan Husni, para peserta bisa memanfaatkan ilmu mewarnai menggunakan kulit mangrove dan warna alam dari bahan lainnya.
“Dengan warna alam ini kita kenalkan batik yang ramah lingkungan, menggunakan potensi tumbuhan yang ada di Pekalongan dan sekitarnya untuk membuat pewarna alam sehingga pencemaran sungai yang terjadi dapat diminimalkan,” ungkap Husni.
Praktisi batik, R Hoesein Eddy Winoto menyampaikan, teknik pewarnaan alam harus dipersiapkan untuk masa depan batik yang lebih kompetitif. Untuk itu, dia mengajak pembatik berkreasi dengan membuat warna alam.
“Kita tidak boleh selalu menggantungkan pada hal instan, selain membuat batik harapannya ke depannya juga dapat membuat bahan baku batik atau pewarnanya,” tandas Hoesein.(han)