RADARSEMARANG.COM, Mungkid – Maraknya kasus bullying dan kekerasan seksual yang menimpa remaja baik di Kabupaten dan Kota Magelang menjadi atensi para advokat. Selain pendampingan, pencegahan sejak dini dinilai perlu melalui penyuluhan hukum agar para remaja paham sehingga tidak berhadapan dengan hukum.
Koordinator Perempuan dan Anak Pengurus DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Magelang Siti Vickie Dina mengungkapkan, tingginya kasus kekerasan seksual dan bullying yang menimpa anak remaja benar-benar memprihatinkan. Selama ini pihaknya kerap kali menjumpai kasus semacam itu.
“Maka kami berupaya memberikan penyuluhan hukum di berbagai SMP/SMA/SMK baik di Kota maupun Kabupaten Magelang,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM saat penyuluhan hukum di SMA SBTH Kota Magelang Kamis (15/12).
Penyuluhan hukum, kata dia, juga menjadi bagian dari HUT ke-18 Peradi yang jatuh pada 21 Desember. Momentum tersebut digunakan untuk menyosialisasikan UU no 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang disahkan 9 Mei lalu. “Remaja harus tahu, karena apapun tindakan selain masuk dalam ranah UU Perlindungan Anak, UU TPKS ini cakupannya sangat luas,” paparnya.
Pihaknya berupaya memberikan gambaran cakupan undang-undang tersebut supaya para remaja tahu batasan. Apa saja hal dilarang dan boleh dilakukan. Supaya nantinya para remaja tidak sampai ke tingkat penyidikan lebih lanjut. “Apalagi masuk ke pengadilan dan anak baru mengetahui. Harapannya dapat mengurangi jumlah kasus terkait anak yang terjerat hukum,” jelasnya.
Sementara, Kanit PPA Polres Magelang Kota Aiptu Agus Setiawan mengungkapkan, kasus bullying dan kekerasan seksual sudah merambah hingga tingkat sekolah dasar. Penanganan harus melibatkan multi stakeholder baik guru, orang tua, instansi, dan sebagainya. “Pemicunya adalah penggunaan gawai tanpa pengawasan orang tua. Karena sebagian besar kasus itu berawal dari alat komunikasi,” paparnya.
Rasa penasaran remaja tinggi, namun jika tidak diawasi akan terjerumus ke hal-hal negatif. Bahkan tidak sedikit kasus kekerasan seksual terjadi lantaran ajakan korban. Rata-rata korban berusia 13 tahun atau setara SMP. “Itu karena sering mengakses konten berbau pornografi. Kalau sudah kecanduan lebih sulit daripada menyembuhkan pecandu narkoba,” pungkasnya. (mia/bas)