RADARSEMARANG.COM, Mungkid – Polemik sertifikasi tanah seluas 7 hektare di zona 1 Candi Borobudur terus bergulir. Pemerintah Desa (Pemdes) Borobudur, Kabupaten Magelang menggugat proses sertifikasi yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Magelang.
Pemdes Borobudur melaporkan BPN Kabupaten Magelang ke Ombudsman Perwakilan Jawa Tengah atas dugaan maladministrasi. Sekretaris Desa Borobudur, Ichsanusi mengklaim tanah seluas 7 hektare tersebut merupakan tanah kas desa. Bukan milik Balai Konservasi Borobudur (BKB) sebagai pihak yang mengajukan sertifikasi tanah ke BPN Kabupaten Magelang.
Diceritakan Ichsanusi, dulu sewaktu Candi Borobudur dipugar, tanah kas desa di sekitar candi digunakan untuk menaruh bebatuan. Seiring berjalannya waktu tanah itu terus digunakan BKB yang berada di bawah naungan Kemendikbud Ristek
Tanah seluas 7 ha tersebut tercatat dalam buku register desa atau letter C. “Di sekitar candi itu kami punya banyak tanah kas desa. Kalau yang makam di dekat candi itu dibeli, ada bukti jual belinya. Lucunya yang lainnya tidak dilakukan pembelian tiba-tiba disertifikat,” kata Ichsanusi kepada Jawa Pos Radar Magelang, Selasa (10/5).
Selain letter C, Pemdes Borobudur mengklaim tanah tersebut miliknya atas bukti peta blok tanah dan kesaksian pelaku sejarah yang masih hidup. Proses pengajuan sertifikat oleh BKB dilakukan tahun 2018. Namun menurut dia masalah sengketa sudah terjadi tahun 2014.
Sebelum tanah tersebut disertifikat BKB, sudah dilakukan upaya mediasi. Namun tidak mencapai titik temu. BPN pun mengirim surat ke Pemdes Borobudur untuk menggugat proses sertifikasi oleh Kemendikbud Ristek melalui BKB. Namun desa menolak karena mereka merasa tanah tersebut miliknya.
Kini setelah melapor ke Ombudsman Perwakilan Jateng, Desa Borobudur didampingi LBH Yogyakarta akan melakukan gugatan ke PTUN Semarang. Yakni tentang dugaan maladministrasi dari BPN Kabupaten Magelang yang menerbitkan sertifikat tanah.
Sementara itu Ketua Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jateng Siti Farida menjelaskan laporan tentang maladministrasi tersebut masuk April 2022. Pihaknya menyarankan perbaikan dalam administrasi. Karena dalam laporannya mengatasnamakan desa. Mengingat untuk sengketa antarlembaga pemerintahan bukan kewenangan Ombudsman. Harus mengatasnamakan masyarakat, kelompok masyarakat, warga negara atau badan hukum.
Terpisah, BKB ketika dikonfirmasi enggan memberikan keterangan. “Itu saya tidak mau ngomong. Bukan kewenangan kita. Itu kan sudah di Kemendikbud. Saya tidak bisa ngomong itu,”ujar Pamong Budaya Ahli Madya BKB Yudi Suhartono. (man/mg2/lis)