RADARSEMARANG.COM, Mungkid – Rombongan komunitas seni Brayat Panangkaran Borobudur melakukan arak-arakan menuju Candi Borobudur, Rabu (9/2). Mereka berdandan dengan beragam karakter. Ada yang memanggul gunungan hasil bumi. Pagi itu adalah hari pembukaan event tahunan Ruwat Rawat Borobudur ke-20.
Setelah tahun lalu diadakan secara daring, kali ini pembukaan dilakukan luring di pelataran Candi Borobudur. Ruwat Rawat Borobudur membawa misi terkait konservasi Candi Borobudur.
Perjalanan komunitas seni Brayat Panangkaran dalam konservasi pun diabadikan dalam buku kelima mereka yang berjudul Sinau Moco Kahanan. Diluncurkan saat pembukaan Ruwat Rawat Borobudur kemarin.
Buku tersebut mencatat komunitas seni Brayat Panangkaran tetap eksis dalam upaya pelestarian Candi Borobudur, meskipun di situasi pandemi. Bagi Sucoro, masyarakat harus mempunyai andil dalam upaya pelestarian Borobudur.
“Tujuan utama Ruwat Rawat Borobudur adalah meyakinkan pemerintah bahwa pelestarian penting. Jangan hanya visinya menjual atau memanfaatkan warisan budaya,” papar Sucoro, penanggung jawab Ruwat Rawat Borobudur kepada Jawa Pos Radar Magelang.
Menurutnya dibangunnya Candi Borobudur untuk persembahan suci, bukan pariwisata. Ketika pemerintah menjualnya sebagai pariwisata, juga harus mempertimbangkan Candi Borobudur sebagai warisan leluhur.
Ditambahkan Sucoro, ke depan perlu upaya untuk mengembalikan roh spiritual Candi Borobudur melalui tradisi. Setelah itu, baru bicara memanfaatkan Candi Borobudur untuk wisata yang menyejahterakan masyarakat. (man/lis)