RADARSEMARANG.COM – Sedotan bambu kini banyak dicari. Seiring dengan kesadaran masyarakat menggunakan alternatif untuk menggantikan sedotan plastik sekali pakai. Wahyudi, warga Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, melihat ini sebagai peluang bisnis.
Wahyudi, warga Dusun Pabelan 4, Desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, mulanya hanya menjadi perajin mainan anak tradisional berbahan dasar bambu. Lama-kelamaan, dia berkreasi memproduksi peralatan makan.
Yudi –begitu dia biasa disapa— memproduksi peralatan makan bambu sejak 2017. Mulanya hanya membuat sedotan. Memanfaatkan bambu wuluh. Seiring berjalannya waktu, Yudi memproduksi paketan peralatan makan. Isinya cukup lengkap. Ada sedotan, sumpit, sendok, garpu, hingga pisau. Dia sudah memiliki dua karyawan.
Ia mengaku usaha ini mulanya berjalan karena mendapat permintaan dari warga Australia. Yudi mendapatkan tawaran bantuan pemasaran di Eropa dan Amerika. Namun karena permintaan luar biasa banyak, Yudi belum mampu memenuhi semuanya.
“Sebulan satu kontainer. Dua juta sekian sedotan,” ujar Yudi kepada Jawa Pos Radar Semarang.
Yudi belum mampu memenuhi permintaan lantaran keterbatasan bahan baku dan sumber daya manusia (SDM). Selain itu, juga terkendala sertifikasi dari Food and Drug Administration atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat.
Akan tetapi, Yudi sudah beberapa kali mengirim produknya ke luar negeri. Meskipun masih dalam jumlah sedikit. “Paling hanya tiga ribuan. Tapi juga pernah kirim 10 ribuan ke Rumania. Ke Islandia juga pernah 10 ribu,” ujar Yudi.
Selain mengirim ke luar negeri, Yudi sering mengirim produk ke Bali. Dia sudah memiliki reseller. Di kampung halamannya, Kabupaten Magelang, Yudi juga sudah memiliki pelanggan dari salah satu kafe yang konsen terhadap isu lingkungan. Sementara untuk pemakai langsung, jumlahnya belum seberapa.
“Pengiriman ke Bali tinggi waktu ada Perda soal larangan penggunaan sedotan plastik. Dulu bisa setiap hari kirim pesanan,” kata Yudi. “Biasanya sekali kirim 2500 pcs untuk satu reseller,” imbuhnya.
Sehari, rata-rata Yudi memproduksi dua ribu sedotan bambu. Sementara peralatan makan, seperti sendok, rata-rata hanya sebanyak 50 buah. Pria 47 tahun ini menggunakan bahan baku bambu lokal yang didapatkan dari Kecamatan Candimulyo.
Yudi mengatakan, ketahanan sedotan bambu terbilang lama. Asalkan tidak terkena hama. Namun jika berkaca pada standar penggunaan di Korea, sedotan bambu umumnya digunakan sebanyak 12 kali saja. Soal harga, Yudi menjual Rp 600 per sedotan.
Hanya saja, penggunaan sedotan bambu terbilang masih eksklusif. Sedotan bambu belum sefamiliar sedotan plastik. Ihwal segmentasi pasar, Yudi pun lebih menyasar para pecinta lingkungan. Menyasar orang-orang yang menurutnya idealis. Selain memiliki reseller, Yudi memasarkan produk melalui Instagram.
“Kalau nggak ya buat apa? Wong nggak praktis. Tapi kalau sayang sama bumi, sebaiknya pakai sedotan bambu,” ujarnya.
Keunggulan sedotan bambu dibanding sedotan plastik, kata Yudi, memang dilihat dari sifatnya yang ramah lingkungan. “Jika dibuang kan mudah dan cepat terurai,” bebernya. (rhy/aro)