RADARSEMARANG.COM, Mungkid – Pandemi bukan alasan Khoirul Muttaqin berhenti berkarya. Perajin topeng asal Dusun Wonolelo, Bandongan, Kabupaten Magelang tetap melakukan produksi. Walaupun penjualan mengalami penurunan. Ia masih menerima pesanan dari beberapa seniman seperti halnya Sujiwo Tejo.
“Pandemi Covid-19 jelas sangat berpengaruh karena penjualan mengalami penurunan sekitar 50 persen. Tapi saya tetap produksi satu bulan sekitar 5 topeng. Kalau tidak laku ya buat stok,” ujar Irul panggilan akrabnya.
Ia menuturkan sebelum pandemi penjualan topengnya sampai ke luar kota, bahkan sampai luar negeri seperti Jerman maupun Ekuador.
“Mau ramai atau sepi tetap buat topeng. Rezeki selalu ada. Satu bulan walaupun satu atau dua, alhamdulillah ada topeng yang terjual,” jelasnya.
Pria 43 tahun ini menjual topeng jenis klasik sampai kontemporer. Harganya bervariatif tergantung tingkat kesulitannya. Rata-rata mulai harga Rp 300 ribu sampai Rp 800 ribu.
Untuk membuat satu topeng, biasanya ia memerlukan waktu sampai empat hari. Diceritakan Irul untuk pesanan topeng dari Sujiwo Tejo dikerjakan sampai dua minggu. Topeng yang dipesan tersebut jenis kontemporer.
“Jadi dia (Sujiwo Tejo) lewat WA, terus ngasih gambar topengnya,” jelas perajin topeng yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung ini.
Bahan baku topeng yang dibuat buat berasal dari kayu pule. Kayu tersebut dipilih karena secara kualitas cocok untuk dibuat kerajinan topeng. Dulu orang yang memesan topeng mengetahui dari mulut-mulut. Namun seiring perkembangan waktu pemesanan bisa dilakukan secara online.
Diceritakan oleh Irul ia mulai belajar membuat topeng sejak 2011. Ia belajar dari budayawan Sutanto Mendut di Studio Mendut. “Mulai serius untuk menjadi profesi sejak 2016. Topeng yang saya buat gaya Jogja,” jelasnya. Irul menambahkan, sebelum pandemi biasanya bisa menjual 5 sampai 10 topeng dalam sebulan. (man/lis)
