RADARSEMARANG.COM, Magelang – Pembelajaran tatap muka (PTM) untuk tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) di Kabupaten Magelang mulai dilakukan. Di tahap awal ini ada enam TK yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Magelang melakukan PTM. Hanya diikuti oleh sebagian dari siswa, sesuai protokol kesehatan (prokes).
Selasa (31/8/2021) TK Pembina, Kalinegoro, Mertoyudan mengadakan PTM. TK tersebut menjadi salah satu yang ditunjuk oleh Diskdikbud. Beberapa siswa tampak antusias mengikuti pelajaran dari guru. Mulai dari bernyanyi sampai berdoa. Selama PTM peserta menggunakan masker.
Total ada 24 siswa yang mengikuti PTM dari jumlah keseluruhan 82. Dalam pelaksanaannya siswa dibagi dalam lima kelas. PTM hanya dilakukan pukul 07.30 sampai 09.00.
“Satu kelompok (kelas) hanya diisi 5 anak. Dengan jaga jarak 1,5 meter,” ujar Kurniawati, kepala TK Pembina. Ia menuturkan sebenarnya untuk siswa yang PTM ada 25 anak. Namun ada satu anak yang sakit sehingga tidak diikutsertakan dalam PTM. “Kemarin (Senin) ada satu anak yang pulang. Karena orang tua kurang jujur, padahal anaknya sedang batuk. Sehingga saat cek suhu tidak diperkenankan masuk ke sekolah,” katanya.
Kurniawati mengatakan, setiap minggu pihaknya akan melakukan evalusasi. Apabila sudah dua minggu, akan ada pergantian siswa yang PTM. Sementara untuk siswa yang belum bisa PTM, pembelajaran dilakukan di rumah masing-masing secara daring. “Kalau untuk prokes terhadap peserta didik kami tidak ada kesulitan. Karena juga ada orang tua yang mengantar dan menjemput,” terang Kurniawati.
Sementara itu Kepala Disdikbud Kabupaten Magelang, Azis Amin Mujahidin berpesan, untuk TK maupun SD yang melakukan PTM agar banyak mengedukasi prokes dan memotivasi peserta didiknya supaya semangat belajar. Mengingat sudah cukup lama belajar secara daring.
“Karena sudah terlalu panjang belajar di rumah, maka perlu dibangunkan lagi semangat belajarnya,” katanya.
Ia mengatakan, untuk penambahan sekolah yang melakukan PTM ke depan akan disesuaikan dengan kondisi Kabupaten Magelang. “Jika tidak ada klaster dan anak tetap sehat, maka akan ada potensi perluasan lagi, baik jumlah siswa maupun jumlah sekolah,” tandas Azis. (man/lis)