RADARSEMARANG.COM – M. Mukhlis, warga Desa Paripurno, Kecamatan Salaman, memiliki hobi bermusik. Dia kerap manggung sebagai gitaris dalam live music di balkondes-balkondes Borobudur. Berkarya lebih, di masa pandemi Covid-19, Mukhlis berkreasi dengan membuat gitar bambu.
Pria berambut gondrong ini baru memproduksi dua gitar. Selebihnya, dia hanya melayani reparasi. Untuk membuat satu unit gitar bambu, Mukhlis membutuhkan waktu satu bulan.
Mukhlis tidak ingin asal-asalan. Bahkan, pada tiap proses produksi, dia berpedoman pada pranoto mongso. Yakni sistem penanggalan orang Jawa yang dijadikan sebagai petunjuk terkait kapan dan bagaimana melakukan sesuatu.
Misalnya dalam mengambil bambu sebagai bahan baku. Mukhlis akan menghitung hari pasaran. Berbeda hari, berbeda waktu penebangan. Termasuk petunjuk harus menghadap ke mana ketika menebang. “Umumnya kalau menebang nggak boleh membelakangi kiblat,” tutur Mukhlis ketika ditemui Jawa Pos Radar Magelang di rumahnya, Selasa (20/7/2021).
Mukhlis bukan orang Jawa asli. Dia orang Riau. Namun sejak tinggal di Jawa, Muklis tertarik mempelajari kearifan lokal ini. Pemikirannya sederhana. Dia tidak bisa menunjukkan secara terang, tapi betul-betul meyakininya. Pria yang memiliki nama panggung Arlisz ini menilai adat tersebut memiliki nilai kebaikan. “Bambu kan makhluk hidup juga. Jadi dalam menebang perlu pakai etika,” ujarnya.
Ketelitiannya berlanjut ketika bilah-bilah bambu sudah siap digunakan. Dia akan menyeleksi nada, dengan mengetuk-ngetuk bilah bambu, untuk membuat kerangka. Harapannya agar hasil produksi lebih maksimal. Tak jarang, proses seleksi ini menghabiskan banyak bambu dalam sekali produksi.
Peminat gitarnya terhitung banyak. Namun, dia belum menerima pesanan. Selama ini gitar buatannya hanya untuk dipakai sendiri. Sebab, dia mengaku masih perlu berobservasi untuk menentukan standar kualitas. Mukhlis bahkan tidak mau menjual gitar pertamanya.
“Wujudnya begini, ditawar Rp 6 juta,” kata Muhkhlis sembari menunjukkan gitar tak bersenar di hadapannya. “Tapi nggak saya lepas. Ini investasi buat saya. Saya nggak pernah menjual karya pertama saya,” tegasnya. Profit memang tidak menjadi tujuan utamanya. Pria yang juga memiliki keterampilan melukis ini bercita-cita lebih tinggi. Berjangka panjang pula. Yakni, pemberdayaan petani bambu. Dengan merintis karya ini, Mukhlis ingin bambu—sebagai komoditas yang banyak dijumpai di kampungnya—memiliki nilai jual lebih. Bisa dikreasikan lebih bervariasi lagi. (rhy/lis)