RADARSEMARANG.COM, Mungkid – Sejumlah pedagang suvenir tampak menjajakan dagangannya di depan pintu masuk Candi Borobudur yang tertutup rapat, Rabu (7/7/2021). Meski sejak 29 Juni wisata Candi Borobudur ditutup karena angka pandemi yang meningkat, mereka tetap berjualan. Para pedagang hanya bisa berharap ada pengunjung yang kecele dan membeli dagangnya.
Kanipah, salah satu pedagang mengaku berjualan karena tidak ada pilihan pekerjaan lain. Menjadi pedagang suvenir di kawasan wisata Candi Borobudur adalah pekerjaan utamanya. Ia telah menjalaninya selama 30 tahun. “Daripada di rumah bingung mau ngapain, mending jualan walaupun kadang tidak laku,” kata Kanipah sambil duduk di depan pintu masuk Candi Borobudur.
Wanita 55 tahun ini mengeluh, sejak penutupan Candi Borobudur kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya. Karena pendapatan yang minim. Jika jualannya tidak laku, ia tidak bisa memasak di rumah dan harus utang ke warung. “Sekarang pendapatan nggak tentu kadang sehari Rp 25 ribu, malah sering tidak laku,” jelasnya.
Beruntung masih ada pengunjung yang kecele, sehingga ia bisa mendapat rezeki dari mereka. Kanipah menuturkan, ia berjualan di depan gerbang pintu masuk Candi Borobudur sejak pukul 06.00 pagi sampai 18.00 malam. “Kalau tidak laku kami ya gigit jari, karena pulang nggak bawa uang,” imbuh Kanipah.
Warga asal Desa Karangayar, Kecamatan Borobudur ini pun berharap Candi Borobudur bisa kembali buka agar ada pengunjung. Supaya barang dagangannya laku. “Harapannya bisa kembali buka biar pedagang nggak kelaparan, nggak kesusahan dan punya uang,” harapnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Wahyuni, pedagang suvenir lain. Ia kesulitan dalam memperoleh pendapatan. Harusnya, kata dia, ada solusi dari pemerintah untuk para pedagang dengan ditutupnya Candi Borobudur. “Harapannya Candi Borobudur bisa kembali dibuka agar ada pemasukan,” kata Wahyuni. (man/lis)
