RADARSEMARANG.COM, Magelang – Pengambilalihan Plaza Muntilan oleh Pemkab Magelang Selasa (15/6/2021) dinilai melanggar hukum. Pasalnya, Plaza Muntilan masih terlibat sengketa dan proses hukum yang berjalan.
Hal tersebut diungkapkan kuasa hukum para penggugat, M. Hasan Latief. Ia mengatakan penyebab Plaza Muntilan disegel karena perpanjangan sertifikat hak guna bangunan (HGB) oleh pemilik sertifikat yang tidak mendapatkan respons perpanjangan dari pemerintah. Padahal dari tahun 2010 sudah melakukan permohonan perpanjangan ke bupati.
“Namun tidak di mendapatkan respons dari bupati,” jelas Latief kepada wartawan koran ini Rabu (16/6/2021).
Sampai tahun 2015, permasalahan ini naik ke Pengadilan Negeri Mungkid dengan nomor perkara 20/Pdt.G/2015/PN Mkd. Latief menambahkan perkara sampai sekarang belum selesai dan proses hukum masih berjalan.
“Terakhir 29 Maret 2021 kami baru saja mengirimkan berkas perkara ini ke PTUN. Kemarin Juni kami juga baru saja mengirimkan berkas ke MA terkait hal ini,” ujarnya.
Latief menjelaskan dasar hukum yang digunakan Pemkab Magelang untuk pengambilalihan kemarin adalah putusan MA tahun 2019. Namun gugatan waktu itu tidak dapat diterima. Pihaknya masih bisa mengajukan kembali. “Kami mengajukan kembali di tahun 2020 ke MA,” jelasnya.
Selain melakukan proses hukum, ia juga melaporkan tindakan ini ke ombudsman. “Ini kan dulu awalnya HGB, tapi kenapa kok sekarang menjadi sewa. Harusnya prioritas utama ke pemegang HGB. Apalagi pemegang HGB ini sudah meminta perpanjangan ke Pemkab sesuai dengan prosedur,” ujarnya.
Latief mengatakan tindakan Pemkab seperti main hakim sendiri dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Putusan MA juga belum keluar. Selain itu, yang digunakan adalah Permendagri Nomor 19 Tahun 2016. “Padahal setelah saya koordinasi dengan PTUN, penggunaan Permendagri ini tidak bisa. Kalau dalam kondisi normal baru bisa, namun ini masih proses hukum jadi harus menyelesaikan proses hukum terlebih dahulu,” jelasnya.
Latief berharap kasus ini dapat diselesaikan dengan duduk bersama untuk menemukan solusi. Ia menambahkan dari Pemkab sudah pernah mengundang pemilik HGB, namun tidak mencari solusi melainkan disuruh untuk menyewa dan membayar.
“Kami datang ke sana malah disodori blanko pembayaran sewa, kalau menolak disuruh keluar ruangan,” ujarnya. (rfk/lis)