RADARSEMARANG.COM, MUNGKID – Masyarakat petani dari wilayah Klaten, Boyolali, Magelang, Temanggung dan Wonosobo menolak rencana kenaikan tarif cukai rokok sebesar 23 persen serta harga jual rokok eceran hingga 35 persen.
“Rencana pemerintah itu jelas merugikan masyarakat petani dan seluruh pemangku kepentingan yang bergerak di dunia usaha tembakau,” kata Ketua DPP PKB Bidang Ketenagakerjaan dan Migran Dita Indah Sari di Magelang, Kamis (19/9) lalu dalam Rembuk Pekerja dan Petani Tembakau.
Terkait itu, forum menuntut pemerintah untuk meninjau kembali regulasi tentang tata niaga tembakau. Menyerukan tentang pentingnya efektivitas penegakan hukum terhadap para broker, tengkulak, makelar, grader, yang merugikan petani tembakau.
“Kami mengajak para petani untuk membentuk organisasi atau kelompok tani tembakau sebagai upaya penguatan agar memiliki daya tawar di depan negara dan industri,” kata Dita Indah Sari didampingi puluhan petani peserta pertemuan.
Pernyataan sikap di atas didasarkan hasil rembuk para pekerja dan petani tembakau di kediaman Wakil Sekretaris DPW PKB Jateng Yogyo Susaptoyono, di Desa Donorojo, Mertoyudan Kabupaten Magelang. Lebih lanjut, pernyataan sikap itu disampaikan antara lain kepada pemerintah, DPR RI, DPP PKB, dan Pemprov Jateng.
Dita mengemukakan, kenaikan tarif cukai terlalu tinggi akan menimbulkan dampak domino. Seluruh pemangku kepentingan di sepanjang mata rantai industri seperti para petani, lapangan kerja dan membuka kans peredaran rokok ilegal.
Dampak lain, kata dia, konsumen beralih pada produk-produk yang memiliki brand equity yang lebih baik. Kemudian, terjadi pengurangan volume produk IHT serta mengurangi lapangan pekerjaan dan penyebaran rokok ilegal. Indonesia dapat kehilangan bisnis bagi negara tetangga seperti tersebut dalam laporan Bank Dunia.
Tekanan terus-menerus terhadap industri tembakau akan memacu pabrik rokok gulung tikar dan terjadi PHK masal bagi jutaan pekerja di sektor IHT. Dengan kata lain, kebijakan pemerintah menaikkan tarif cukai menjadi kontraproduktif bagi upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani tembakau dan cengkih di Indonesia.
“Selain itu, akan menjadi ancaman bagi kelangsungan usaha di sektor pertanian secara umum, baik tanaman tembakau dan komoditas nontembakau. Karena posisi petani tidak lagi memiliki nilai tawar alias tidak menguntungkan sehingga berpotensi alih profesi sebagai migran,” kata Dita. (lis)