RADARSEMARANG.COM – Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Menko Marives Luhut B Pandjaitan sudah sepakat menunda kenaikan tarif naik stupa di Candi Borobudur yang wacananya akan dibanderol Rp 750.000 per orang untuk wisatawan lokal. Namun sebelum ada penundaan itu, beragam respons dari masyarakat langsung muncul terkait wacana tersebut.
Sudah hampir dua tahun sektor pariwisata di Kabupaten Magelang, khususnya di sekitar Borobudur menghadapi dampak pandemi Covid-19. Baru November 2021 lalu, pengunjung Borobudur bergeliat kembali. Hal ini membuat senang para pelaku wisata. Seperti pemilik penginapan, pedagang, dan jasa sewa mobil VW maupun skuter. Namun belum lama menghirup udara segar, para pelaku wisata ini dikagetkan dengan wacana kenaikan tarif naik ke Candi Borobudur hingga Rp 750.000.
Koordinator VW Tour Organiser Apollo Widiyatmoko mengaku, wacana tiket khusus naik ke stupa Candi Borobudur dengan harga Rp 750.000 bagi wisatawan domestik, akan berdampak pada minat wisatawan untuk berkunjung ke candi Buddha ini.
Menurutnya, tarif segitu terlalu mahal. Perlu adanya penyesuaian atau dibuatkan paket khusus, mengingat kemegahan Candi Borobudur tetap menjadi daya tarik utama di Magelang. Hal ini tentunya juga harus dibarengi dengan sejumlah paket-paket pendukung ke sejumlah destinasi wisata lainnya.
“Kita bisa mengajak wisatawan dengan harga segitu tidak hanya naik ke candi saja. Mereka juga bisa ke tempat wisata yang masih berhubungan dengan candi, serta dikombinasikan dengan UMKM sekitar,” usulnya saat ditemui RADARSEMARANG.COM sedang menunggu penyewa mobil VW.
Di sisi lain, Pengelola Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Borobudur Sugiarto merespon baik upaya pemerintah yang akan melakukan pembatasan kunjungan wisatawan yang akan naik ke stupa Candi Borobudur.
Ia mengaku, pembatasan untuk naik ke Candi Borobudur sebenarnya ada keuntungan tersendiri bagi tempat wisata lainnya di sekitar Borobudur. Sebab, fokus pengunjung tidak hanya di Candi Borobudur. “Ada dampak positif dan negatif yang akan terjadi itu nantinya,” katanya.
“Kalau respon kami soal akan dinaikkan harga tiket untuk naik Candi Borobudur itu bukan sebuah kendala atau masalah yang sangat fatal. Mengingat kita sudah menjalani berbagai permasalahan selama pandemi Covid-19,” tambahnya.
Meski begitu, kata Sugiarto, harga Rp 750 ribu dan USD 100 perlu dikaji ulang kembali. Ia beralasan selain Candi Borobudur menjadi salah satu peninggalan sejarah, Sugiarto beranggapan literasi atau sejarah tentang candi ini juga harus diteruskan ke generasi selanjutnya.
Menurut dia, jika harga itu ditetapkan, pasti akan berdampak pada generasi muda yang keberatan biayanya jika akan naik ke stupa Candi Borobudur. Dampaknya, mereka menjadi tidak paham sejarah Candi Borobudur itu sendiri.
“Selain itu, apakah penelitian maupun ilmuwan juga akan diberlakukan hal yang sama. Pastinya ini akan menabrak semua aspek, dan akan muncul kecemburuan antarorang,” jelasnya.
Supervisor Balkondes Tuksongo Andi Ahmad mengaku, wacana menaikkan harga untuk naik ke Candi Borobudur mungkin ada pertimbangan tersendiri dari PT Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan Ratu Boko (TWCB). Ia mengaku dengan adanya hal ini, pasti volume tamu akan berkurang. Sebab, selama ini tak sedikit pengunjung Candi Borobudur yang menginap di Balkondes Tuksongo. “Mengingat tujuan utama wisatawan berkunjung ke Candi Borobudur,” tandasnya.
Andi juga mengatakan, selain bisa mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan, penetapan harga ini juga akan mempengaruhi minat orang untuk datang ke Borobudur. Padahal di kawasan Borobudur banyak pelaku wisata yang secara tidak langsung bergantung pada Candi Borobudur yang merupakan destinasi pariwisata super prioritas (DPSP).
“Saya berharap adanya kompensasi atau kebijakan tersendiri terkait harga untuk wisatawan lokal. Perlu adanya pengkajian ulang terkait harga ini,” harapnya. (rfk/aro)