RADARSEMARANG.COM, Magelang – Subki, pelukis mural Magelang tertarik dengan seni lukis ini sejak usia muda. Ia menjadi seniman spesialis kompetisi. Tak lupa, ia menyematkan tanda bertuliskan Smart, yang berarti Subki Mural Art.
Subki, seorang perantau asal Kendal. Ia terobsesi menjadi seniman. Ia memulai perjalanan seni mural pada 2008. Sebagai anak petani desa, bermimpi bersekolah tinggi saja ia tak berani. Beruntung orang tuanya pengertian. Mengupayakan penuh agar dirinya bisa mengenyam pendidikan seni di Jogjakarta.
Dipilihlah Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) saat usia 19 tahun. Ketika itu, ia bingung ingin memilih jurusan apa? Masih terbanyang, jika lulus akan kerja apa? Gejolak hati itu menggiringnya untuk memilih jurusan grafis. Bukan seni lukis.
“Walaupun sebenarnya saya sudah suka gambar sejak kecil, tapi bentuknya sketsa hitam putih, karena gambarnya pakai bolpoin,” ungkapnya.
Ada hal yang tak pernah ia lupa. Sebelum masuk SMSR, ia termasuk sulit membedakan warna. “Biru saya anggap hijau tua, lalu hijau jadi biru tua, hahaha,” katanya sambil tertawa.
Merasa banyak kekurangan, ia gigih belajar. Termasuk memikirkan biaya hidup di Jogjakarta. Agar tak membebani orang tua. Saat sekolah, ia nyambi kerja di bagian perbesaran gambar kaca patri. “Saya operatornya,” akunya.
Lalu iseng-iseng mengikuti kompetisi poster. Karena menang, ia mendapat hadiah uang tunai. “Saya langsung bisa hidup sendiri, beli tape recorder dan lainnya,” imbuhnya.
Tapi pernah juga kalah. Justru kekalahan itu menjadi pelajaran berharga. “Kalahnya saya di tulisan, karena kurang rapi,” ucapnya.
Ia mengambil keputusan membuat tulisan dulu baru menggambar. Ide-ide poster juga dari pengalaman sehari-hari semasa kecil. Memori masa lalu seperti memancing kreativitasnya setelah dirinya besar.
“Rasanya seperti memutar (video, Red) rekaman. Ketika dituangkan di poster, jadi sering juara,” akunya.
Kompetisi poster yang tak terlupakan adalah pada 1996 yang diselenggarakan oleh Pemda Gunung Kidul. Ia juara satu. Dirinya pun masuk koran. Seorang pengusaha membaca koran tersebut, dan kemudian mencarinya. Ia diberi kerjaan. “Saya bikin stensil. Ini kesempatan saya punya pekerjaan tetap.”
Ia juga sempat ikut-ikut kerjabakti di sekitar kosnya, supaya dapat makan gratis. Perjalanan agar bertahan hidup belum usai. Subki mencari tempat PKL yang bersedia membayarnya. Dapat di Magelang. “Itu tahun 1997,” ujarnya.
Ia juga mengirim sketsa komik untuk sebuah majalah. “Saya bikin kartun-kartun juga di majalah bola.”
Subki pun lulus SMSR tahun 1998 atau saat krisis moneter. Ia lalu pergi ke Jakarta. Merasa sulit mencari pekerjaan, ia kemudian menikah dan kembali ke Magelang. Ia memberanikan diri mendirikan bisnis reklame Smile Design di Magelang. “Sambil menjalankan usaha ini, saya ikut kompetisi.”
Ia membuat mural dengan ciri khasnya memadukan seni lukis dan poster yang menonjolkkan seni grafis. Karya Subki berhasil mengambil hati para juri. “Karena itu, saya bisa menang,” ucapnya.
Ia pernah juara dua lomba mural bertema Kesetiakawanan Merawat Isi Bumi di Singaraja, Bali (2020). Kemudian juara di kompetisi mural Sawahlunto, Sumatera Barat, dan di Tarakan, Kalimantan Utara. “Pernah juga juara satu kompetisi mural di Tangerang. Setelah sering juara, saya dapat kerjaan menggambar mural di dinding berukuran 2 x 12 meter,” kenangnya. (put/aro)