31 C
Semarang
Wednesday, 16 April 2025

Gudang Tembakau Jadi Galeri Lukisan

Jalan-Jalan Jurnalistik Jawa Pos Radar Magelang ke Museum OHD Kota Magelang (2/bersambung)

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Radar Magelang melanjutkan jalan-jalan jurnalistik ke Museum OHD di Jalan Jenggala no 14 Kota Magelang. Di sana sedang ada pameran tunggal karya Goenawan Mohamad.

Gerimis jatuh ketika rombongan Jalan-Jalan Jurnalistik Radar Magelang tiba di Museum OHD Jalan Jenggala no 14 Kota Magelang Jumat (18/2) pukul 13.00. Direktur RADARSEMARANG.COM Baehaqi bersama wartawan Radar Magelang: Lis Retno Wibowo, Puput Puspitasari, Rofik Syarif, dan Riri Rahayuningsih, bergegas menuju pintu masuk.

Seorang petugas menyambut. Meminta check in melalui barcode Peduli Lindungi yang menempel di tembok sisi kanan. Prosedur ini memang jamak ditemui di tempat umum sejak pandemi Covid-19.

Menuju museum, pengunjung harus melewati lorong kotak panjang terbuat dari beton. Lorong ini memiliki celah-celah yang menghadirkan permainan cahaya menarik. Di ujung lorong, Mochamad Fakurodin, asisten dr. Oei Hong Djien menyambut. Siap menemani jalan-jalan keliling museum. Sembari berjalan, sebuah papan panjang infografis mencuri perhatian rombongan. Infografis itu menceritakan perjalanan Goenawan Mohamad (GM) bersama karyanya. GM memang tengah melangsungkan pameran tunggal di Museum OHD sejak 24 Oktober 2021 bertema Potret.

Sebelum ke gedung utama tempat pameran, rombongan masuk ke ruang registrasi dan etalase suvenir. Di situ ada buku Seni dan Mengoleksi Seni, kumpulan tulisan Oei Hong Djien yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Beberapa suvenir kaus disediakan untuk tamu yang tertarik membeli.

Pengunjung menuliskan nama dan identitasnya di buku tamu. Museum OHD di Jalan Jenggala ini terbuka untuk umum. Buka setiap hari kecuali Selasa. ”Banyak yang datang dari berbagai kota. Ada mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum,” kata Pak Udin.

Pak Udin lantas mengajak kami menuju galeri. Dengan melewati halaman yang sejatinya juga ruang pamer outdoor. Dinding halaman ini sebagian tertutup tanaman merambat menghijau, sisi lain berupa beton terbuka. Lantai halaman ini ternyata unik. Terdiri dari ubin kotak-kotak yang artistik karya para seniman. Diletakkan di atas hamparan kerikil. Di bawah rumpun tanaman suplier diletakkan patung-patung wajah. Di tengah halaman berdiri pohon flamboyan yang tak terlalu rimbun. Terdapat kolam ikan dengan air yang mengalir di sisi lain.

Gedung museum OHD dulu berfungsi sebagai gudang tembakau. Luas bangunan itu 440 meter persegi. Bentuknya tidak diubah. Berlantai dua. Hanya ditambah lighting, instalasi, AC, dan sebagainya. “Masih asli,” ujar Pak Udin, sapaan akrab Fakurodin.

Gedung itu dicat hitam. Pintunya besar berwarna merah model sliding dua sisi. Di atasnya tergantung rantai panjang dengan hiasan banyak gembok. Masing-masing daun pintu bergambar relief Jenderal Kwan Kong dan Gatotkaca.

Tim jalan-jalan jurnalistik berfoto di depan karya Goenawan Mohamad di Museum OHD. (Puput Puspitasari/Jawa Pos Radar Magelang)

Selama ini, karya yang dipajang di Museum OHD dirotasi. Selalu berganti. Namun tetap dengan tema tertentu. Baik dari koleksi Pak Oei maupun kerja sama dengan seniman. “Kali ini pameran tunggal GM. Pameran tunggal pertama yang senimannya masih hidup,” kata Pak Udin kala itu.

Begitu pintu dibuka, lukisan GM segera menarik perhatian kami. Pak Udin seperti kamus berjalan. Dia mampu menjelaskan GM dan karyanya dengan cukup detail. Konon, objek lukisan GM merupakan sosok yang memiliki kedekatan dengan pendiri majalah Tempo itu. Di antaranya, penyair Sapardi Djoko Damono, WS Rendra, novelis Ayu Utami, sutradara Slamet Rahardjo. Ada juga dalang wayang suket almarhum Slamet Gundono.

Selain memajang 38 lukisan, GM juga memamerkan seri boneka Den Kisot dan lebih dari 100 sketsa. Sketsa-sketsa itu selaras dengan Catatan Pinggir yang dia tulis di majalah Tempo. GM juga meninggalkan beberapa kutipan. Salah satunya ini : ”Agaknya membuat gambar/lukisan adalah mencoba menyambut yang tak terduga-duga dalam fenomena. Tak berarti menolak yang banal… Maka bagi saya, yang penting prosesnya asyik dan hasilnya menyenangkan.”

Kebanyakan lukisan karya GM disertai catatan kecil. Baehaqi tampak mendekat pada lukisan Ayu Utami. Mencoba membaca tulisan yang digores di dalamnya.

Lantai terangkat karya instalasi Rudi Mantofani menarik perhatian tim jalan-jalan jurnalistik. (Lis Retno Wibowo/Jawa Pos Radar Magelang)

Tegel Terangkat yang Unik

Masuk lebih jauh di Museum OHD, ada karya menonjol milik Rudi Mantofani. Karya berjudul Looking at The Earth itu berwujud lantai yang terangkat. Dibuat menggunakan tegel khusus pada 2012 lalu. Karya tiga dimensi itu menjadi satu-satunya karya yang tidak pernah keluar dari Museum OHD.

Rofik sibuk memegang tegel itu. ”Kok bisa begini ya Pak? Apakah ada teknik khusus untuk membuatnya?” tanyanya heran sambil terus memegang ujung lantai yang tersingkap itu. Pak Udin membenarkan. ”Semua diperhatikan detil oleh pembuatnya. Mulai dari kerangka yang dipasang sampai pembuatan lekukan ini,” jelasnya.

Sembari mengamati satu per satu karya GM, akhirnya tiba di ruangan paling belakang. Terdengar samar-samar suara GM. Rupanya bersumber dari sebuah bilik berwarna hitam. Berukuran kurang lebih 2 x 2 meter. Gelap. Hanya ada pantulan cahaya dari layar kecil yang memunculkan wajah GM. Itu adalah video art tentang biografi perjalanannya.

Baehaqi masuk. Duduk sejenak di bangku. Kemudian meminta Rofik dan Riri memotretnya. Dengan dua gaya. Pertama, memperlihatkan dirinya dengan latar belakang video. Kedua, meminta wajahnya tidak tampak. Siluet saja.

Di sisi kiri bilik gelap, terdapat karya instalasi “Kematian Subali”. Berwujud kepala monyet. Satu kepala berwarna coklat di ketinggian sekitar 2 meter. Menghadap sembilan kepala putih berukuran lebih kecil yang menempel di dinding. Baehaqi lantas meminta Puput berswafoto dengan latar belakang kepala monyet ini. “Karya instalasi ini dibuat untuk memperkuat lukisan Subali,” ujar Pak Udin.

Usai puas melihat karya dari sudut ke sudut, rombongan keluar galeri. Sembari berjalan, Pak Udin setia memberi penjelasan. Tiba di pintu keluar pukul 14.18, gerimis sudah reda. Bersama Pak Udin, rombongan bergeser ke Museum OHD Tidar Heritage di Jalan Tidar. Namun sebelumnya, foto bersama di depan Museum OHD. Di dinding depan museum itu terdapat relief berwarna silver. Tertulis “My identity is my last defense in the art world” karya Entang Wiharso. (rhy/rfk/lis/ton)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya