26.1 C
Semarang
Monday, 23 June 2025

Warga Gumuk Sepiring Kesulitan Akses Jalan

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Magelang – Wali Kota Magelang dr Muchamad Nur Aziz menyambangi warga di Gumuk Sepiring, Tidar Utara, Magelang Selatan. Kunjungan ini dalam rangka acara “Ngopi Bareng Wali Kota”.

Komandan Kodim 0705/Magelang Letkol Arm Rohmadi juga  ikut dalam rombongan ini. Ia kaget.  Masih ada perkampungan di Kota Magelang yang kesulitan akses jalan. Bangunan rumah warga juga masih kayu.

Kampung ini tersembunyi di balik bangunan gedung bertingkat tak berpenghuni. Tak jauh dari SPBU di kawasan Jalan Soekarno Hatta. Butuh waktu 15 menit untuk sampai ke pemukiman warga. Bukan soal waktu yang tak begitu lama. Tapi medan yang curam dan licin.

Setiap hari, warga menyusuri jalan setapak. Memarkirkan kendaraan di sebuah lahan sempit, jauh dari rumah. Lalu naik-turun tangga yang sudah dicor semen. Samping-sampingnya masih lereng. Perjuangan menuju ke rumah, belum berakhir. Mereka harus  melewati tangga tanah liat yang dibuat swadaya. Dan menyeberangi sungai dengan jembatan kayu yang hanya cukup dilewati satu orang.

Wali Kota Magelang dr Muchamad Nur Aziz berjanji membangunkan jalan ke kampung yang dihuni 20 kepala keluarga (KK) ini. Pembangunan dibantu TNI. “Kita bangun tahun 2023,” tandasnya.

Pemkot akan mencarikan CSR dari Bank Jateng. Berupa anggaran renovasi rumah senilai Rp 35 juta per rumah.  Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Magelang, Bowo Adrianto  mengatakan anggaran untuk membangun kampung ini sekitar  Rp 700-800 juta.

Ia bercerita, kampung ini termasuk perkampungan baru. Bermula ketika Pemkot Magelang hendak membangun Pasar Induk di lahan bengkok di kawasan Canguk pada 2017. Saat itu Pemkot Magelang membutuhkan lahan untuk merelokasi 44 KK yang sebelumnya tinggal lahan bengkok tersebut. Sebanyak 17 KK di antaranya memilih mengontrak rumah di sekitar Kelurahan Rejowinangun. Lalu 4 KK tinggal di rumah susun Tidar. Sedangkan 20 KK patungan membeli tanah di Kampung Gumuk Sepiring ini. “Luasnya 2 hektare dibagi 20 KK, ketika itu harganya Rp 180 juta,” jelas Bowo.

Darno, warga setempat, mengungkapkan anak-anak kesulitan mengakses pendidikan. Jika Kota Magelang diguyur hujan, tanah di sekitar rumah basah. Sepatu mereka menjadi kotor dan mudah rusak. “Kalau berangkat sekolah, kadang harus dibungkus plastik, jadi seperti zaman dulu,” ujarnya.

Warga lainnya juga mengeluh soal akses jalan yang sulit. Dia pernah kehilangan sepeda onthel, karena tak bisa dibawa sampai ke permukiman. Padahal sepeda itu merupakan moda transportasi yang diandalkan untuk bekerja. (put/lis)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya