RADARSEMARANG.COM, Mungkid – Ita Sarifah bersama seorang karyawannya tengah membuat ampyang ketika Jawa Pos Radar Magelang menyambangi dapurnya, Rabu (7/7/2021) sekitar pukul 09.30. Ita mulai berbisnis ampyang sejak pindah dari Semarang ke Kabupaten Magelang pada 2014. Meneruskan usaha sang ibu mertua yang dimulai tahun 1994.
Saban hari, warga Dusun Paremono, Desa Paremono, Kecamatan Mungkid, ini memproduksi 200 pak ampyang. Dibagi dalam kemasan 2 ons dalam mika dan 4 ons dalam toples. Dia menghabiskan 20 kg kacang dan 20 kg gula jawa. Mengolahnya dalam 10 kali adonan.
Untuk membuat ampyang, mula-mula Ita mencampur gula jawa dan air untuk dicairkan. Kemudian memasukkan kacang untuk direbus bersama. Ita juga menambahkan jahe yang diblender halus ke adonan. Setelah tiga sampai empat jam, adonan matang dan siap dicetak. Prosesnya masih manual menggunakan sendok.“Pernah nyoba bikin cetakan pakai bambu bulat tapi kok nggak bisa,” kata Ita.
Selain masih manual, Ita tidak menggunakan pengawet dalam memproduksi ampyang. Namun, ampyang buatannya bisa bertahan sampai empat bulan. Keawetan ampyang didapat dari gula jawa yang alami. Selain itu, juga faktor penyimpanan yang tepat. Yakni di tempat sejuk dan tidak terpapar sinar matahari langsung.
Sebelum pandemi Covid-19, Ita menyuplai ampyang ke toko oleh-oleh. Namun karena pandemi berimbas pada lesunya sektor pariwisata, perempuan 42 tahun ini mengubah segmen pasar. Dari toko oleh-oleh, menjadi langsung ke pelanggan. Ita juga mulai menyasar warung-warung kecil dan pasar tradisional. Selain itu, pemasaran digenjot secara daring menggunakan media sosial. Kini, dia sudah memiliki beberapa reseller.
Dalam sebulan, Ita bisa menjual sedikitnya 500 kg ampyang. Setelah di-endorse Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, ampyangnya makin laris. Penjualannya naik sekitar 75 persen. Bulan puasa kemarin, dia bahkan menjual setidaknya 1 ton ampyang. “Sekarang banyak yang nyari. Katanya, ampyang Pak Menteri,” ujar ibu tiga anak ini.
Namun, di masa PPKM darurat ini, Ita menemukan kendala. Penyekatan di beberapa wilayah membuatnya tidak bisa mengirim ampyang ke luar kota, seperti Kudus dan Semarang. Penutupan tempat wisata juga membuat suplai ke toko oleh-oleh macet.“Alhamdulillah larinya ke online dan pasar tradisional. Jadi gimana caranya survive, ya memindah segmen pasar,” ucapnya. (rhy/lis)