RADARSEMARANG.COM – Tahu kupat Pak Pangat juga tak kalah legendaris. Cita rasanya juga lezat. Perlu diincipi ketika berkunjung ke Kota Magelang. Supangat berjualan tahun kupat sejak tahun 1985. Awalnya ia berjualan dengan gerobak dorong hingga tahun 1996.
Kemudian pada 1997 membuka kedai di Jalan Senopati, dekat SMP Negeri 7. Berjalannya waktu, karena semakin berkembang Pak Pangat membuka cabang baru tidak jauh dari warung kupat tahu pertamanya. Tepatnya dekat Kebun Bibit Senopati.“Untuk cabang baru ini sudah ada tahun 2009,” ucap Nanik Wahyu Purwaningsih, anak Pak Pangat.
Ketika berkunjung ke warung ini, pengunjung bisa melihat secara langsung olahan bumbu yang diulek di atas piris pelanggan. Hal ini sudah menjadi ciri khas di warung ini. Kalau di Jakarta, cara menguleknya seperti sajian khas Betawi, ketoprak. Menurutnya dengan diulek di atas piring, maka rasa bahan-bahan yang dipakai akan langsung menempel pada hidangan dan tidak tertinggal di cobek.“Selain itu saat penyajian, pelanggan juga bisa meminta untuk cabainya mau berapa,” kata Nanik.
Yang membedakan antara kupat tahu Pak Pangat dengan kupat tahu lainnya, yakni kubis digoreng. Warung kupat tahu lainnya tidak digoreng.
Nanik menjelaskan agar tetap digemari pelanggannya, ia selalu mempertahankan citra rasa dan kualitas. Selain prosesnya secara langsung, tahu kupat juga ditambah cairan gula merah yang sudah disiapkan di dalam botol. Kemudian juga ditambah kecap. ”Agar benar-benar original, kecap ini kami buat sendiri,” ujar Nanik.
Kecap dibuat setiap lima hari sekali. Tidak hanya dari gula merah dan kedelai hitam, adonan kecap ini pun ditambah dengan jeruk pecel. Dalam satu kali produksi, biasanya dibuat sekitar 120 kilogram kecap yang cukup untuk dipakai selama 10 hari.
Kendati diolah dari bahan-bahan sederhana, tahu kupat Pak Pangat menghadirkan rasa nikmat dan khas. Paduan cita rasa segar, sedikit asam, pedas (sesuai selera) membuat hidangan ini mantap disantap saat siang hari.
Terbukti, setiap hari kupat tahu Pak Pangat bisa menghabiskan 250 porsi. Nanik mengaku, resep memadupadankan bahan-bahan ini diperoleh melalui proses panjang. Kendati dibuat sendiri, racikan bumbu itu berasal dari masukan pelanggan semasa Pak Supangat masih menjajakan tahu kupat berkeliling.
”Dari masukan para pelanggan inilah bapak terus berusaha mengembangkan rasa tahu kupat. Hingga akhirnya ditemukan racikan bumbu seperti yang sekarang ini,” ujar Nanik.
Awalnya, para pelanggan di warung adalah konsumen lama yang sebelumnya biasa menyantap tahu kupatnya yang dijajakan berkeliling. Dari situ, penggemar tahu kupat Pak Pangat terus berkembang.”Sekarang bahkan sudah memiliki pelanggan tetap dari luar kota, seperti Solo, Temanggung, Jogjakarta, dan Semarang,” ujar Nanik. (rfk/lis)