RADARSEMARANG.COM – Nama Ustad Mahdi cukup dikenal setelah membangun masjid unik berarsitektur Tionghoa pada 2017 di Kota Magelang. Namanya Masjid Al-Mahdi. Ustad Mahdi sendiri adalah warga keturunan Tionghoa yang menjadi mualaf.
Siang kemarin, wartawan koran ini berkunjung ke Masjid Al-Mahdi. Lokasinya di Perumahan Armada Estate, Kota Magelang. Di sana, RADARSEMARANG.COM bertemu dengan Ustad Mahdi yang baru selesai mengimami salat dzuhur. Layaknya seorang ustad, pemilik nama asli Kwee Giok Yong alias Budi Suroso itu mengenakan baju koko putih lengkap dengan sarung dan peci.
Kepada koran ini, ustad Mahdi mengaku, sebelum menjadi muslim, dulunya ia memeluk agama Konghucu seperti agama orang tuanya. Ia mengucap kalimat syahadat saat usianya 10 tahun atas keinginannya sendiri. Ustad Mahdi mengikuti jejak kakak keduanya yang terlebih dahulu menjadi mualaf.
“Saya menjadi mualaf karena keinginan sendiri tanpa ada paksaan dari manapun,” kata pria 52 tahun ini kepada RADARSEMARANG.COM.
Saat masa kecil, ia hidup di lingkungan warga muslim. Meski belum memeluk Islam, namun ia kerap main ke masjid. “Teman-teman saya kalau maghrib pada ke masjid. Akhirnya, saya ikut karena nggak ada temen di rumah,” ceritanya.
Ustad Mahdi mengakui, saat di masjid, ia merasa tenang. Terutama ketika mendengar bacaan Alquran. Hatinya bergetar. Awalnya, ia tidak memberitahu kepada orangtuanya kalau sudah menjadi mualaf. Bahkan ketika sunat, Ustad Mahdi tidak mengabari orang tua. Hanya kakaknya yang tahu. Ia khawatir orang tuanya akan marah.
“Waktu sunat saya pamit kepada orang tua kalau ada acara di sekolah. Tidak bilang kalau mau sunat,” tutur Ustad Mahdi sambil tersenyum.
Setiap hari, Ustad Mahdi kecil juga curi-curi waktu untuk salat di rumah agar tidak ketahuan orang tuanya. Namun pada akhirnya orang tuanya tahu. Lambat laun orang tua bisa menerima. Bahkan menjelang akhir hayat, ibunya memeluk agama Islam.
“Sebagai anak, saya menunjukkan bahwa Islam adalah agama kasih sayang lewat berbakti kepada orang tua. Walaupun berbeda agama,” jelasnya.
Oleh gurunya, ia diberi nama Mahdi. Nama ini mempunyai arti “orang yang diberi petunjuk.”
Ustad Mahdi menambahkan, meskipun keluarganya memiliki agama yang berbeda-beda, namun saling toleransi. Mereka masih sering berkunjung, tanpa saling menjelekkan satu sama lain. “Silaturahmi dengan saudara masih terus jalan. Walaupun berbeda agama,” ujarnya.
Pada 2017, Ustad Mahdi mendirikan masjid mirip kelenteng. Namanya Masjid Al-Mahdi, sesuai namanya. Sekilas memang seperti tempat ibadah umat Konghucu. Mulai dari atap sampai warna bangunan didominasi merah. Di beberapa sisi bangunan juga dihiasi lampion khas Tiongkok.
Ustad Mahdi mengaku arsitektur Masjid Al-Mahdi terinspirasi dari masjid-masjid yang ada di Tiongkok. Apalagi sekarang warga Negeri Tirai Bambu itu sudah banyak yang memeluk agama Islam.”Sekarang masjid di berbagi negara berbeda-beda model bangunannya. Menyesuaikan budaya yang ada. Termasuk di Tiongkok,” ujarnya.
Ia menuturkan, lewat pembangunan masjid berarsitektur Tionghoa ini, Ustad Mahdi ingin menunjukkan bahwa Islam tersebar di berbagai negara. Latar belakangnya sebagai warga keturunan Tionghoa juga mempengaruhi pembangunan masjid tersebut. Kata dia, warga sekitar cukup antusias dengan pembangunan Masjid Al-Mahdi. Apalagi menjadi satu-satunya masjid di Perumahan Armada Estate. Setiap hari ramai jamaah. Terlebih saat salat Jumat.”Kalau salat Jumat sampai tidak muat. Jamaah salat sampai di luar masjid,” katanya.
Setiap bulan Ramadan di masjid ini diadakan kajian. Diadakan setelah salat dzuhur dan azar. “Materi kajian yang disampaikan bermacam-macam tentang ibadah maupun materi agama lainnya,” tutur ayah satu anak ini.
Bangunan Masjid Al-Mahdi yang Instagramable kerap dijadikan jujugan wisata. Tak sedikit pengunjung luar kota yang datang sekadar berswafoto dengan latar belakang bangunan masjid ini. (man/aro)