RADARSEMARANG.COM, Magelang – Kegiatan jemput bola tera ulang terpaksa dihentikan sejak Covid-19. Agar tidak menimbulkan kerumunan. Di sisi lain, kebijakan ini berimbas pada turunnya partisipasi masyarakat mentera ulang alat ukur takar timbangan dan perlengkapannya (UTTP).
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Metrologi Legal Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Magelang Tri Handoyo menyebut, pelayanan saat ini terpusat di kantor. Pada 2020, tercatat 3.000 alat UTTP yang ditera ulang. Tidak ada perubahan pada besar retribusi dikenakan. Tarifnya sesuai Perda Kota Magelang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Tarif Retribusi UTTP.
Misalnya timbangan sentisimal dipatok Rp 20.000 – Rp 40.000 berdasarkan kapasitasnya. Lain halnya dengan timbangan meja beranger atau kodokan, Rp 12.500. Kemudian anak timbangan kelas M2 dan M3 mulai dari Rp 300 – Rp 1.500. “Retribusi ini sangat terjangkau, dan minimal tera ulang dilakukan setahun sekali,” ujar Tri Kamis, (7/1).
Ia berharap, kegiatan tera ulang bisa menjadi budaya masyarakat. Khususnya bagi mereka yang alat UTTP dipakai untuk kegiatan transaksi. Ini penting dilakukan untuk melindungi penjual maupun konsumen. Sebab, pemakaian alat UTTP terus menerus dipakai akan mengalami penurunan fungsi. “Tujuan utama tera ulang ini agar tercapai tertib ukur, dan diharapkan masyarakat terlindungi haknya,” ucapnya didampingi Fungsional Penerang, Salim Ashuri dan Parnoto.
Bahkan ada ancaman sanksi, bagi penjual yang sengaja mengubah standar alat UTTP untuk tujuan tertentu. Misalnya untuk meraup untung lebih. UU RI Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal menyebut ancaman hukuman pindana, baik besaran denda sampai kurungan penjara.
Selain melayani tera ulang alat UTTP, pihaknya juga melakukan pengawasan. Hal yang termasuk diawasi adalah barang dalam keadaan terbungkus (BDKT). Contohnya gas elpiji, dan makanan kemasan. (mg3/mg4/put/ton)
