Sementara Ahmad, 29, warga lain, mengaku melakukan hal yang sama. Dia harus mempertaruhkan nyawa untuk beraktivitas sehari-hari. Itu karena akses jembatan penyeberangan hingga kini belum terealisasi. “Karena udah biasa ya nggak takut. Nyeberangnya sekitar 100 meter,” katanya.
Sekali menyeberang, Ahmad harus merogoh kocek Rp 3 ribu. Jika banjir menerjang dan air laut pasang, proses penyeberangan menjadi sedikit menegangkan.
“Khawatir kalau perahu terbalik. Dan ini jadi akses paling cepat. Kalau memutar malah jauh sekali harus lewat desa lain,” terangnya.
Menurutnya, jika melintasi jalan normal ,harus memutar melewati Kabupaten Batang. Jaraknya cukup jauh, mencapai 10 kilometer.
“Akses terdekat menuju balai desa atau kecamatan ya menggunakan perahu sampan ini,” tandasnya.
Ahmad berharap, pemerintah segera membangun jembatan untuk menghubungkan Dusun Randusari dan Gempolsewu. Sehingga warga tak lagi waswas saat beraktivitas melintasi Sungai Kalikuto. “Semoga ada solusi dan pemerintah juga tanggap,” harapnya. (dev/zal)