Saking dekatnya, Gusmus mengaku Kiai Wildan sudah seperti keluarga. “Jadi kedekataan saya itu bukan karena beliau sebagai lurah pondok saja, tapi sudah orang ndalem (keluarga, Red) sendiri,” paparnya.
Kiai Wildan adalah sosok kiai yang menciptakan salam penutup di kalangan Nahdlatul Ulama. Yakni dengan mempopulerkan WaAllahul Muwaffiq ilaa aqwamitthariq. “Itu karya simbah Kiai Wildan,” paparnya.
Jadi, menurut Gusmus, orang-orang NU dulu popupeler dengan Bilhaitaufik wal Hidayah saat akan mentup salam. Namun belakangan itu ditiru oleh banyak orang. Sehingga Kiai Wildan membuat doa lain sebelum salam penutup.
KH Mohammad Farid Fad Wildan, putra KH Wildan Abdul Chamid mengatakan bahwa ayahnya merupakkan sosok kiai yang antik. Salah satunya tidak mau terlibat dalam politik praktis. “Padahal saat itu, banyak parpol dan jabatan yang bisa dia dapat. Tapi beliau lebih memilih untuk konsisten mengaji dan mengajar santri dan masyarakat,” imbuhnya.
Selaian itu, sebagai anak, Ia merasakan Kiai Wildan adalah sosok yang penuh kedisiplinan. Tidak hanya kepada anak-anaknya, tapi juga kepada semua santrinya. “Dengan Haul ini, kita sama-sama belajar dari sosok kiai-kiai terdahulu,” paparnya.
Kiai Wildan, selain imam Besar Masjid Agung Kendal juga pernah menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah. Ia juga mengarang kitab yang populer yakni Manaqib Syech Abdul Qodir Jailani. Serta beberapa kitab lainnya. (bud/bas)
