31 C
Semarang
Saturday, 12 April 2025

30 Persen Perajin Tahu Tempe di Kendal Berhenti Produksi

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Kendal – Naiknya harga kedelai membuat ratusan perajin tahu dan tempe di Kendal berhenti produksi. Selain itu, para perajin yang masih produksi memilih mengecilkan ukuran tahu dan tempe meski keuntungan sedikit.

Saat ini, ada sekitar 30 persen dari total 500-an perajin tahu tempe di Kendal berhenti produksi. Imbas kenaikan harga kedelai sejak beberapa bulan terakhir membuat para perajin tercekik dengan mahalnya bahan baku.

Untuk itu, Primer Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (Primkopti) Harum Weleri Kendal, berusaha membantu para perajin tahu tempe dengan menjual kedelai seharga Rp 11 ribu per kilogram.

“Ini menjadi salah satu upaya agar perajin tahu tempe di Kendal bisa bertahan sekuat mungkin. Karena di pasaran harga kedelai sudah lebih dari Rp 11 ribu per kilonya. Kalau dibiarkan terus menerus, bis jadi para perajin gulung tikar,” ungkap Ketua Primkopti Harum Kendal Rifai kepada RADARSEMARANG.COM Kamis (24/2/2022).

Lebih lanjut Rifai menjelaskan, para perajin yang berhenti produksi adalah perajin tahu tempe yang jumlah produksinya di bawah 50 kilogram. Sedangkan perajin dengan kapasitas lebih dari itu, masih bisa bertahan dengan keterbatasan yang ada. Selain itu, kebanyakan perajin tahu tempe tidak berani menaikkan harga. Lantaran takut akan ditinggalkan oleh konsumen.

“Dengan keterbatasan itu keuntungan perajin tahu tempe jadi kecil. Bahkan banyak yg gak bisa tutup modal. Maunya jual dengan harga normal tapi bahan baku malah melambung,” terangnya.

Dengan kondisi seperti itu, Rifai meminta agar pemerintah segera turun tangan. Ia ingin pemerintah bisa memperhatikan dan mengatur kembali niaga kedelai supaya harganya kembali stabil. “Pemerintah juga harus memperhatikan stok kedelai nasional karena kedelai yang ada saat ini adalah kedelai impor,” tandasnya.

Sementara itu, Sutrimo, 50, salah satu perajin tempe di Weleri mengaku, masih produksi tempe namun jumlahnya dikurangi. Yang biasanya 1 Kg bisa menjadi 6 biji, kini terpaksa menjadi 7 hingga 8 biji saja.

Dia mengaku tidak kuat jika harus membeli bahan baku banyak dengan harga tinggi. Meski mendapat keuntungan sedikit, Sutrimo tetap melakoninya.

“Sebenarnya sudah mogok produksi sejak Jumat (18/2/2022) lalu. Tapi sekarang produksi lagi karena gak tega. Kan saya ada karyawan juga,” ujarnya.

Kendati begitu, Sutrimo berharap agar harga kedelai bisa stabil kembali agar dirinya bisa menutup biaya operasional. (dev/bas)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya