RADARSEMARANG.COM, Kendal – Serapan anggaran di sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) kendal sangat rendah. Data Sistem Informasi Manajemen Daerah (Simda), mencatat serapan rendah dialami Dinas Kesehatan (Dinkes) Kendal, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kendal dan UPTD Puskesmas Weleri 2.
Rinciannya Dinkes Kendal hingga 12 Desember penyerapan anggaran baru 45,76 persen. Dari anggaran sebesar Rp 125, 45 miliar yang terealisasi baru Rp 57, 41 miliar. BPBD Kendal, dari total anggaran Rp 6,81 miliar baru terealisasi 4,19 miliar. “Jadi kisaran baru di angka 61, 67 persen penyerapannya,” kata Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kendal Agus Dwi Lestari.
Selain OPD, ada beberapa UPTD Dinas Kesehatan utamanya puskesmas yang masih rendah. Yakni di Puskesmas Weleri 2 baru terserap 55,09 persen, Puskesmas Patean 55,62 persen dan Puskesmas Sukorejo 2 sebesar 55,87 persen. Pihaknya masih menunggu dari OPD yang penyerapannya masih rendah tersebut untuk segera melakukan percepatan.
Sehingga sisa waktu yang ada anggaran bisa terserap maksimal. Sebab untuk Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) maksimal diajukan 28 Desember. “Tapi untuk surat permintaan pembayaran (SPP) sudah ditutup sejak 17 Desember,” ujarnya.
Sementara OPD dengan penyerapan anggaran cepat adalah Bakeuda Kendal yang sudah mencapai 94,59 persen. Dari anggaran Rp 409,92 miliar sudah terealisasi Rp 387,76 miliar. Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kendal mencapai 83,56 persen. Dari anggaran Rp 23,66 miliar, yang terealisasi sudah Rp 19,77 miliar.
Penyerapan anggaran rendah akan berdampak pada tingginya Silpa. Sehingga berpengaruh pada besaran APBD yang akan diterima Kabupaten Kendal tahun berikutnya. Silpa di semua pemerintah daerah (Pemda) setiap tahun pasti ada. Tapi ada dua jenis Silpa, yakni pertama karena penghematan.
Misalnya anggaran belanja 100 juta, tapi karena penawaran rendah menjadi berkurang. “Sisanya dari uang yang tidak dibelanjakan ini jelas akan masuk Silpa. Tapi Silpa yang masuk kategori prestasi,” tambahnya.
Kedua Silpa terjadi karena kegiatan di OPD yang gagal atau tidak dapat terealisasi. Hal ini jelas lebih besar sehingga anggaran tidak dapat direalisasikan dan mengakibatkan Silpa. “Ini masuknya kategori wanprestasi,” tambahnya. (bud/fth)