RADARSEMARANG.COM – Teng… teng… teng… teng…suara lonceng itu menggema hampir begitu keras di tiap sudut Pondok Pesantren Manbaul Hikmah, Mororejo, Kaliwungu, Kabupaten Kendal. Suara itu sekaligus menjadi salah satu pertanda waktu sahur tiba bagi para santri.
Sekitar lima menit berselang, ratusan santri keluar dari kamar dan langsung berbegas menuju dapur yang memang dikhususkan untuk para santri. Di dapur tersebut telah berjajar nampan talam yang berisi nasi dalam porsi besar lengkap dengan sayur-sayuran dan lauk pauk.
Seperti telah hafal akan kebiasannya, tanpa disuruh para santri itu langsung membentuk kelompoknya sendiri. Tentu santriwan berkelompok dengan sejenisnya, begitupun santriwati. Mereka langsung melahap makanan tersebut secara kembulan (bersama) dengan menggunakan jari tangan mereka.
“Ya seperti inilah kebiasaan makan di pondok. Makan mayoran seperti ini sudah menjadi rahasia umum di hampir semua pondok salaf. Santri kalau makan ya bareng-bareng seperti ini. Tidak risih atau apa, justru malah nikmat,” kata H Basyarahman, SHI, M.Si, salah satu pengasuh di PP Manbaul Hikmah.
Makan bersama dalam satu nampan menurut Gus Basyar –sapaan akrabnya– memang menjadi salah satu cara untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan peduli satu sama lain. Sehingga tumbuh rasa empati maupun sayang menyayangi satu sama lain.
Usai santap sahur bersama, para santri itu membersihkan nampan talam tempat mereka makan. Mereka secara bergantian mengambil minum dilanjutkan mengambil air wudu. Para santriwan santriwati itu bergegas menuju musala Pondok yang berada persis di depan kediaman KH Suyuthi Murtadlo pengasuh utama PP Manbaul Hikmah.
Mereka melaksanakan salat tahajud dan dilanjutkan tadarus Quran maupun berdzikir. Kegiatan tersebut berlangsung sampai tiba waktu salat subuh. Beberapa diantaranya mereka ada yang salat terus hingga waktu subuh tiba dan sebagian lainnya ada yang berdoa.
Kegiatan mandiri tersebut dilanjutkan dengan salat subuh berjamaah dengan dipimpin langsung oleh KH Suyuthi Murtadho. Usai Salat Subuh para santri itu kembali ke kamar masing-masing. Tapi bukan untuk tidur, melainkan mereka mengambil kitab Arba’in Nawawi.
Ya, setelah jamaah salat subuh, selama Ramadan ini ada Ngaji Pasanan salah satu kitabnya adalah kitab Arba’in Nawawi. Yakni kitab yang berisi 42 hadis Nabi Muhammad SAW yang disusun oleh Imam Nawai. Kitab tersebut biasanya menjadi rujukan dasar untuk dunia dan akhirat baik dari akidah, syariah, ibadah, muamalah dan akhlak.
Ngaji tersebut diajarkan oleh Gus Basyar dari Bakda Subuh sampai dengan Pukul 07.00. Kebetulan saat koran ini meliput ke Pondok, bahasan kitab tersebut sudah sampai di Hadis ke-25 yang menerangkan bab ‘Setiap Kebaikan Adalah Sedekah’.
Usai mengucap salam dan membaca umul kitab, Gus Basyar langsung membuka dan membaca kitabnya. Ia kemudian menjelaskannya dengan bahasa sederhana yang lebih kurang seperti ini. “Jadi pada zaman nabi, ada sejumlah sahabat yang protes kepada Nabi Muhammad SAW. Para sabahat itu bertanya, Ya Rasulullah orang-orang kaya itu telah memborong banyak pahala. Mereka puasa, salat seperti ibadah kami. Tapi mereka juga bisa bersedekah dengan harta mereka yang lebih yang tidak kami miliki,”.
“Protes tersebut kemudian dijawab oleh nabi dengan bersabda: Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian apa yang bisa kalian sedekahkan? Sesungguhnya setap kalian membaca tasbih, takbir, tahmid, tahlil adalah sedekah. Pun, saat memerintah yang baik dan meralang kemungkaran adalah sedekah. Pun ketika kalian menggauli istri dengan baik adalah sedekah dan pahala yang berlimpah,” lanjut Gus Basyar.
Jadi menurut Gus Basyar, setiap kebaikan adalah sedekah. Termasuk ngaji juga sedekah karena ngaji adalah belajar kebaikan. “Bahkan setiap persendian tubuh manusia itu memiliki cara sedekahnya masing-masing. Ketika tubuh, tangan kaki dan kepala digunakan untuk salat dan sujud itu juga termasuk sedekah,” tandasnya.
Para santri itu dengan khusyuk mendengarkan pengajian Gus Basyar. Beberapa diantaranya mencatat dan mengartikan kitab Arbain Nawawi yang memang berbahasa arab sehingga harus diterjemahkan terlebih dahulu.
Kegiatan ngaji Kitab Arba’in Nawawi selesai, dilanjutkan dengan salat sunah duha dan doa bersama. Sekitar Pukul 08.00-10.00 dilanjutkan dengan tadarus Quran. “Nanti santri ngaji lagi setelah salat Duhur Risalah Ahlusunnah Wal Jamaah dan Ayyuhal Walad oleh Gus Rifqil Muslim dan Gus Sholahuddin. Sedangkan setoran tahfidz Quran dengan Hajah Sabilah Istikharoh,” tandasnya.
Selama Ramadan ini, lanjut Gus Basyar, santri terus ngaji dari subuh sampai subuh lagi. “Jadi santri itu berhenti sejenak saat berbuka sampai waktu salat tarawih. Setelah tarawih mereka ngaji bersama abah kitab Tafsir Yasin. Dilanjutkan dengan kegiatan Mujahadah atau Istighosah dan salat malam,” paparnya. (bud/bas)