RADARSEMARANG.COM – Amblasnya pondasi Jembatan Jagung, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan, membuat lalu lintas dialihkan. Anak-anak desa setempat yang tak memiliki kendaraan kesulitan pergi ke sekolah. Ade Fernando Luhur Budi gerak cepat menurunkan mobil sebagai fasilitas antar-jemput siswa.
Pada 1 Oktober 2022 malam lalu, pondasi sebelah timur Jembatan Jagung amblas. Sejak saat itu, jembatan tak bisa dilalui. Lalu lintas dari dan menuju Kecamatan Kesesi harus memutar berkilo-kilo meter. Hingga saat ini perbaikan jembatan milik Pemprov Jateng itu masih dilakukan. Kabarnya butuh tiga bulan untuk bisa selesai.
Saat itu, belum ada yang memikirkan nasib anak-anak yang tiap hari harus melintasi jembatan itu untuk ke sekolah. Sampai akhirnya suatu hari seorang siswa SMP Negeri 2 Kajen datang ke rumah Kepala Desa Jagung Ade Fernando.
“Dia datang menangis. Keluarganya sedang terhimpit masalah ekonomi. Sudah tidak berangkat sekolah seminggu lebih sejak jembatan amblas. Dia tak ada uang untuk naik angkot,” kata Ade kepada RADARSEMARANG.COM.
Siswa ini warga Jagung. Tapi bersekolah di SMP Negeri 2 Kajen yang lokasinya terpencil di Desa Gejlik, Kecamatan Kajen. Bapaknya penjaga sekolah di sekolah tersebut.
“Saya kasihan. Dia kalau pun naik sepeda jauh sekali dan pasti dikejar-kejar waktu,” ucap Ade.
Dari pertemuan dengan siswa itu, malamnya Ade langsung menggelar rapat bersama para perangkat desa. Ide untuk antar-jemput siswa disepakati. Atas izin kecamatan, mobil Siaga Desa pun disiapkan.
“Malam itu juga perangkat mendata siswa-siswa yang tidak mampu dan orang tuanya tidak bisa antar-jemput karena tak ada kendaraan,” jelasnya.
Didapatlah 11 siswa. Itu terdiri atas siswa SD dan SMP. Di antaranya, MTs NU Kesesi, SMP Negeri 1 Kesesi, SMP Negeri 2 Kesesi, SMP Negeri 2 Kajen, dan SD Negeri Jagung.
“Yang SD Jagung ini warga sini, tapi dia rumahnya mengontrak di Kajen. Kami antar-jemput juga,” kata Ade.
Titik keberangkatan dibagi dua. Di Dusun Jagung Lor dan Jagung Kidul. Siswa yang rumahnya di Jagung Lor pakai mobil Siaga Desa, titik kumpul di Balai Desa Jagung. Sementara yang Jagung Kidul di rumah Ade.
Seiring berjalannya waktu terkadang jumlah siswa yang meminta antar-jemput bertambah. Mobil Siaga Desa tak muat. Ade pun menurunkan mobil pribadinya.
“Kadang saya yang nyetir. Kadang saya pasrahkan pemuda desa. Kadang juga pamong desa. Terserah, seadanya. Pokoknya mobil saya siapkan,” ujarnya.
Antar-jemput ini sudah berjalan tiga pekan. Ade akan terus melanjutkan sampai Jembatan Jagung kembali bisa dilintasi. Tak hanya antar-jemput, Ade juga memberi uang saku untuk siswa dari kantong pribadinya.
“Ya, Rp 5 ribu- Rp 10 ribu per siswa. Kami tidak mengharap apa-apa, yang penting mereka bisa ke sekolah dan jangan sampai tidak masuk gara-gara jarak tempuh,” katanya. (nra/aro)