RADARSEMARANG.COM, Pekalongan — Hari ini, Kamis (25/8), Kabupaten Pekalongan memperingati hari jadinya ke-400 tahun. Di usia empat abad ini, Pemkab Pekalongan menggelorakan kebersamaan masyarakat untuk bangkit dari pandemi Covid-19.
Kebersamaan itu, Pemkab Pekalongan mendengungkan slogan Beda Sarung Aja Menthung, Beda Kudhung Aja Tarung. Dalam Bahasa Indonesia itu berarti “Berbeda sarung jangan memukul, berbeda kerudung jangan bertarung.”
“Maknanya, peringatan hari jadi kali ini kami jadikan sebagai momen bergandengan bersama lagi untuk bangkit dari pandemi Covid-19. Tanpa membedakan latar belakang,” kata Bupati Pekalongan Fadia Arafiq kepada RADARSEMARANG.COM.
Tiga program prioritas yang menjadi jurus kepemimpinan Fadia-Riswadi terus digenjot. Sementara itu, sederet rangkaian kegiatan untuk menstimulus perekonomian bangkit dari pandemi juga dilakukan pada momen HUT ke-400 ini. Di antaranya, digelarnya kembali Pekan Raya Kajen (PRK) atau Kajen Expo.
Hari ini pula PRK dibuka dan akan berlangsung sampai akhir Agustus. Fadia-Riswadi keukeh kegiatan rutin yang sempat mandek dua tahun terakhir karena pandemi itu kembali digelar. Meski Alun-Alun Kajen tengah ada proyek revitalisasi. Puluhan stand didirikan untuk pameran produk-produk UMKM dan pelayanan publik.
“Sebab, kami rasa ini momen. Kami perlu buka ruang (PRK) untuk UMKM bangkit kembali,” ujar Fadia.
Bersamaan dengan itu, Fadia-Riswadi juga membuka kembali ruang-ruang untuk kesenian. Pelaku seni yang haus pergelaran setelah puasa dua tahun karena pandemi, diminta tampil di PRK. Ada kompetisi Kajen Dangdut Idol, pementasan sintren, organ tunggal, pemutaran film, hingga konser musik.
“Mereka itu kan yang terdampak pandemi juga. Kami buka PRK supaya mereka kembali mendapat tempat,” ucap Fadia.
Fadia mengungkapkan, tema peringatan HUT ke-400 Kabupaten Pekalongan pihaknya selaraskan dengan HUT ke-77 RI. Di level daerah, pihaknya berkomitmen untuk berperan membangkitkan sektor-sektor yang terdampak pandemi.
“Tentu tiap daerah tidak sama. Kami sudah petakan sektor mana saja yang terdampak. Seni budaya pun tak luput dari perhatian kami. Kami ajak mereka ikut dalam gandengan tangan untuk bangkit bersama. Sebab, kami tidak memandang perbedaan sarung dan kudhung. Semuanya setara,” ucapnya. (nra/aro)