RADARSEMARANG.COM, Demak – Potensi hujan di wilayah Demak dalam musim kemarau basah akhir tahun ini cukup tinggi. Guyuran hujan yang terjadi tiap saat cukup membantu sistem pengairan atau irigasi dalam memenuhi kebutuhan air minum di wilayah Demak.
Sub Koordinator Operasi dan Pemeliharaan (OP) Bidang Pengelola Sumber Daya Alam (PSDA) dan Bina Konstruksi Dinputaru Pemkab Demak, Suroso mengatakan, salah satu cara untuk mengetahui potensi cuaca termasuk hujan adalah berkoordinasi dengan pihak Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
“Melalui prakiraan cuaca yang disampaikan oleh BMKG, kita dapat merumuskan kebutuhan air yang disiapkan dalam musim tanam, untuk kebutuhan minum dan lainnya,”katanya. Menurutnya, prakiraan cuaca BMKG dinilai sangat membantu kinerja komisi irigasi Kabupaten Demak dalam menyiapkan musim tanam.
Rudi Setyo Prihatin dari BMKG Semarang menuturkan, dinamika atmosfer menandai berjalannya musim kemarau basah dan awal datangnya musim hujan.
Menurutnya, dinamika atmosfer September hingga Desember menunjukkan prakiraan awal musim hujan. Itu juga sekaligus dapat menjadi sarana mengevaluasi berjalannya musim kemarau di Demak.
“Untuk di Demak, potensi hujan cukup tinggi. Dinamika atmosfer menandakan warna hijau,”ujarnya saat memaparkan dalam rapat koordinasi (rakor) komisi irigasi di Dinputaru Pemkab Demak.
Berdasarkan evaluasi dinamika atmosfer, antara Maret hingga April 2022 masuk kategori menengah. Sedangkan, Juni, Juli hingga Agustus kategori rendah di titik angka 20 mm. Bulan Agustus normalnya 0 sampai 50 mm. Untuk bulan September naik lagi. Oktober curah hujan juga naik lagi sampai menengah. Kemudian mulai tinggi. Kini, berkisar antara 10 sampai 20 mm.
Juli dan Agustus terjadi musim kemarau dengan kategori rendah di titik 50 mm. Diwilayah selatan Demak terdeteksi masih ada hujan dengan intensitas rendah. Antara 20-50 mm. Karena itu, perlu monitoring perkembangan musim atau cuaca hingga Juli 2024.
“Selain dinamika atmosfer juga ada istilah elnino dan lanina,”katanya. Elnino merupakan fase hangat yang berkembang di pusat dan timur tengah Pasifik khatulistiwa, termasuk daerah di lepas pantai Pasifik Amerika Selatan. Sedangkan, merupakan fase dingin dan kebalikan dari fenomena elnino.
Dampak elnino menyebabkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia berkurang yang menyebabkan hari hujan berkurang di musim hujan. Kemudian, lanina menyebabkan curah hujan tinggi dan berisiko meningkatkan peluang terjadinya bencana hidrometeorologi di wilayah rawan karena hujan makin panjang di musim kemarau. (hib/bas)