RADARSEMARANG.COM, Demak – Rangkaian arak-arakan atau iring-iringan Grebeg Besar dari Pendopo Kabupaten Demak hanya sekedar kreasi dan bukan sebagai tradisi. Karena itu, arak -arakan hanya untuk kepentingan wisata atau keramaian saja.
Hal ini disampaikan Raden Krisnaidi dari Lembaga Adat Kadilangu (LAK) bersama Raden Agus Supriyanto di Gedung Wijil, kemarin. Menurutnya yang menjadi tradisi adalah gelaran ancakan, penjamasan dan salaman di makam Sunan Kalijaga. “Jadi tidak ada hubungan antara arak-arakan Pendopo Kabupaten dengan penjamasan pusaka di Kadilangu,” katanya.
Krisnaidi menambahkan kalau Pemkab Demak ikut meramaikan tidak menjadi persoalan. Menurutnya, arak -arakan diadakan Pemkab Demak mulai sekitar tahun 1975. Sementara ahli waris hanya bertugas menjamasi pusaka saja. “Saat itu, ayah saya Bapak Mulyadi menjadi sesepuh dan pariwisata. Gak lama setelah itu ada acara (arak-arakan) itu,” ujarnya.
anpa arak -arakan maupun tumpeng sembilan oleh Kabupaten, penjamasan tetap berjalan dan tidak terpengaruh oleh kegiatan kabupaten. Penjamasan yang dilakukan Lembaga Adat berjalan hikmat dan lancar tanpa ada halangan apapun. “Jadi, kalau pendapat kita, penjamasan ya hanya satu dan, saya sendiri yang menjalankan penjamasan pusaka,” tegasnya.
Raden Agus Supriyanto menambahkan, dulu minyak jamas yang diarak dari Pendopo kabupaten ke Kadilangu tersebut merupakan pinjaman dari Kadilangu. Termasuk, rangkaian pisowanan yang dilakukan pemkab ke Kadilangu berawal dari miskomunikasi pihak kabupaten. Pisowanan merupakan acara kunjungan atau silaturahmi Bupati Demak ke Kadilangu sebelum prosesi Grebeg Besar dimulai.
Dalam pisowanan, Bupati Demak dr Eistianah berkesempatan berkunjung ke Kasepuhan Kadilangu. Sebaliknya, tidak kunjungan ke Lembaga Adat. “Sebagai warga, silahkan bupati ikut rombongan sana (kasepuhan). Tapi, mestinya tidak pilih-pilih,” tambahnya. (hib/fth)