RADARSEMARANG.COM, Demak – Potensi wisata di Demak, utamanya wisata religi cukup besar. Salah satu caranya adalah membuka peluang menghidupkan lagi Demak sebagai jalur rempah. Jalur rempah ini mengingatkan kembali sejarah bahwa Indonesia termasuk dilalui jalur perdagangan internasional tersebut.
Jika jalur rempah ini hidup, Demak yang memiliki wisata religi setidaknya dapat meraup keuntungan dari sisi pengembangan pariwisata domestik. Maka, yang perlu dilakukan adalah bagaimana caranya untuk menarik atau menggaet wisatawan mancanegara agar mau datang ke Demak dengan mengenalkan jalur rempah tersebut.
Itu diperlukan karena sejauh ini, wisata di Demak masih didominasi wisatawan lokal yang mayoritas peziarah makam Waliyullah.
Seperti diketahui, di Demak wisata religi masih berpusat di Masjid Agung dan Makam Sunan Kalijaga di Kelurahan Kadilangu, Kecamatan Demak kota. Sebagian kecil, para peziarah juga mulai mengalir ke Makam Syekh Mudazkir di Desa Bedono, Kecamatan Sayung. Makam yang berada di laut itu jugabmampu menarik wisatawan lokal untuk berziarah.
Soal menghidupkan jalur rempah ini disampaikan Prof Dr Wasino, M.Hum dalam acara focus group discussion (FGD) yang digelar Pusat Kajian Media dan Kebudayaan di Kantor PPILN Pusat, Jalan Pemuda, Kota Demak.
Dalam FGD yang dimoderatori Dr Teguh Hadi Prayitno ini, Prof Wasino selaku sejarawan yang juga guru besar
sejarah Universitas Negeri Semarang (Unnes) tersebut menyampaikan, bahwa Demak era sekarang dengan era Sultan Fatah sangat berbeda. Meski begitu, sejarah masa lalu bisa digali lagi termasuk kemungkinan menghidupkan istilah jalur rempah yang pernah populer tersebut.
“Sekarang ini sedang digali riset jalur rempah. Rempah rempah saat itu jadi konsumsi penting di China, Arab Saudi dan Eropa Barat. Sehingga mengapa kita dijajah. Saya kira perlu digali bekas tempat rempah rempah yang ada di Demak,”katanya.
Selain jalur rempah, juga ada jalir sutra serta perlunya mentracing letak makam wali wali penting di Demak dan daerah lainnya.
“Sekarang ini kan juga sedang digarap jalan tol Semarang-Demak dan nanti ada tol Demak-Tuban. Maka, adanya jalan tol ini bisa membuka jaringan wisata religi dengan akses lebih luas,”ujar Prof Wasino.
Langkah lain untuk mendatangkan wisata mancanegara adalah dengan membuat replika keraton Demak.
“Ini penting biar ada imajinasi. Apalagi, keraton di Jawa itu basisnya ada di Demak. Perlu pemetaan nama nama tempat dan tradisi masa lalu yang relevan dengan keagamaan dan seni. Di Beijing itu, bangunan bangunan kuno dibangun kembali,” katanya.
Karena itu, kata Prof Wasino, juga perlu menggali warisan sejarah berupa jaringan Asia di Demak. Bisa berupa situs sejarah,
toponimi, tradisi, lanskap kota, jaringan sungai, makanan, lembaga pesantren dan lainnya.
Dalam FGF ini, narasumber lain, Edy Sayudi mengatakan, bahwa untuk membangun wisata religi di Demak perlu menuangkan banyak ide dan gagasan. Dari situlah,
akan ada narasi yang baik dalam mewujudkan wisata yang dikenal pihak luar.
“Kalau perlu APBD Demak difokuskan untuk membangkitkan wisata religi ini,”kata ketua Fraksi PKB DPRD Demak ini. Pada saatnya, orang akan melihat bahwa wisata Demak tidak hanya melihat makam Sunan Kalijaga saja.
“Maka, gagasan kita utamakan, dan perlu didiskusikan banyak orang. Gagasan jelas. Narasi juga oke . Tinggal realisasinya. hanya saja APBD tidak cukup namun bisa dari pihak lain. Pertanyannya, wisata Demak mau dibawa kemana. Saya sudah berkunjung ke 80 persen kabupaten kota di Indonesia, tapi masih ada yang belum tahu Demak itu sebagai kabupaten,”kata Edy.
Karena itu, perlu mengenalkan lagi Demak dari sisi wisatanya dengan penggalian masaa lalu. “Yang pasti, pengembangan wisata tidak lepas dari soal bisnis,”katanya.
Kepala Dinas Pariwisata Demak, Agus Kriyanto menyambut baik adanya FGD tersebut. “Ini akan memberikan masukan yang berharga bagi kami di Dinas Pariwisata,”katanya didampingi Sekretarisnya Kurnia Zauharoh. Menurut Agus, wisata religi di Demak cukup terpukul dengan adanya pandemi Covid-19.
Yang normal, kata dia, tempat wisata itu biasanya bagaimana cara menarik pengunjung yang banyak. Namun, karena pandemi, kedatangana pengunjung justru ditolak.
“Sekarang, secara berlahan pengunjung mulai normal lagi meskipun saat Ramadan kembali sepi. Kita berharap, usai lebaran peziarah bisa normal kembali,”katanya. (hib/bas)