RADARSEMARANG.COM, Demak – Surat Edaran Menteri Agama (SE MENAG)
Nomor 05 Tahun 2022 tidak melarang masjid atau musala menggunakan TOA untuk azan dan kegiatan lainnya. Sebab, itu menjadi bagian dari syi`ar Islam. Meski demikian, penggunaan TOA perlu diatur untuk menjaga keharmonisan.
“Sedangkan, penjelasan Pak Menteri Agama Menag) Gus Yaqut Cholil Qoumas hanya memberikan contoh suara yang dapat mengganggu masyarakat dan tidak ditemukan konteks penyamaan suara adzan dengan gonggongan anjing,”kata ketua PC GP Ansor Kabupaten Demak (2013-2017) dan wakil ketua PW GP Ansor (2018-2022) ini.
Menurutnya, banyak pihak yang dalam memahami masalah tersebut telah terjebak pada nalar jumping to conclusions atau kesimpulan yang melompat dan absurd. Itu dilakukan dengan cara framing dengan model logical fallacy atau pengaburan nalar berfikir yang dengan mudah memangkas dan menyederhanakan argumen atas pesan-pesan yang disampaikan Menag Yaqut tersebut.
Prof Abdurrahman Kasdi mengatakan, setidaknya ada dua poin yang disampaikan Menag Yaqut. Yang pertama adalah, soal
aturan pengeras suara untuk masjid dengan 100 dB. Itu sesuai dengan peraturan SE MENAG Nomor 05 Tahun 2022. Tujuannya, agar tidak ada gangguan suara demi menjaga keharmonisan hubungan lingkungan yang baik.
Yang kedua, kata dia, adalah soal penjelasan tentang apa itu gangguan suara, dan kemudian diberikan contoh jenis jenis gangguan suara di dalamnya, termasuk contoh gonggongan anjing.
“Nah, dua hal itu sudah beda konteks. Yang pertama adalah hakikat surat edaran dan yang kedua adalah contoh gangguan suara,”ujar wakil ketua PCNU Demak (2017-2022) ini.
Menurutnya, dalam perkembangannya ternyata banyak yang melakukan framing dengan logical fallacy atau pengaburan nalar berfikir dengan menggabungkan judul berita. Padahal, konteksnya berbeda.
Prof Abdurrahman menegaskan, dalam masalah ini perlu adanya tabayyun. Sebab, tabayyun merupakan bagian dari perisai umat. Disampaikan, Islam merupakan
agama nasehat dan pemberi rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lilalamin). Karena itu, kata dia, hal tersebut hendaknya selalu ditanamkan dalam benak Umat Islam dimana pun mereka berada.
“Disinilah, pentingnya kita saling mengingatkan untuk selalu mempraktikkan tabayyun atas setiap informasi yang kita terima dari pihak manapun,”kata direktur Pasca Sarjana IAIN Kudus ini.
Dia menambahkan, di zaman tekhnologi informasi yang makin pesat ini, selalu ada pihak-pihak yang mencari manfaat ekonomi dan manfaat kekuasaan dari kegaduhan-kegaduhan yang timbul dari berita-berita tidak bertanggungjawab.
Menurutnya, banyak media berbasis digital dewasa ini menggantungkan pengaruh dan mata rantai finansialnya dari click bait. Dengan begitu, makin banyak orang mengakses dan membagikan satu link berita sehingga semakin tinggi rating penyedia platform tersebut.
Hal tersebut, kata Abdurrahman, membuat sebagian orang meninggalkan etika bermedia dan tugas mulia seorang pewarta demi mengejar keuntungan semata dan cenderung menutup mata atas kontroversi yang muncul dari framing media. Kondisi ini telah memberikan mafsadat (kerugian/merugikan) tidak hanya bagi pribadi seorang menteri tetapi juga bagi imej umat Islam di mata dunia.
“Karena itu, mari kita bersama sama menjaga keharmonisan dan kedamaian anak bangsa atas apa yang terjadi dalam pemahaman masalah tersebut,”katanya.(hib/bas)