RADARSEMARANG.COM, Demak – Kondisi angkutan pedesaan di Demak memprihatinkan. Mati suri. Ibaratnya, hidup segan mati pun tak mau. Ini terjadi diduga akibat turunnya jumlah penumpang yang terus menerus. Apalagi, kini sedang menghadapai Covid-19. Anak sekolah banyak yang tidak berangkat. Pun, dengan buruh pabrik yang biasanya naik angkot sekarang banyak beralih mengendarai motor.
Banyak trayek yang tidak aktif. Dari 57 trayek, yang efektif hanya sekitar 9 trayek. Yaitu, trayek Demak-Sayung, Demak-Wedung, Demak-Bonang, Demak-Karanganyar, Demak-Dempet, Demak-Mijen, Karangawen-Pucanggading, Buyaran-Karangawen dan Karangroto-Bulusari. Dulu, tahun 2004, untuk melayani 57 trayek tersebut setidaknya ada 599 armada. Sekarang, tinggal sekitar 160-an angkot.
Kepala Dinas Perhubungan Pemkab Demak, Dwi Heru Asiyanto melalui Kabid Angkutan dan Jalan Dishub, Sugiharto mengatakan, kondisi angkutan umum cukup berat. Sebab, biaya operasional dengan pendapatan tidak seimbang. “Karena jumlah penumpang turun, pemasukan pun turun,” ujarnya.
Rata-rata pendapatan tidak ada Rp 30 ribu per hari dibandingkan kondisi normal yang minimal bisa Rp 100 ribu. Karena itu, kata dia, banyaknya kendaraan yang bersaing dengan angkot ditambah dengan kondisi pandemi membuat angkot terpuruk.
Tidak hanya angkot, bus antar kota dalam provinsi (AKDP) pun mengalami penurunan penumpang. “Untuk angkutan pedesaan penurunan penumpang hampir 50 persen. Banyak angkot tidak beroperasi. Kalaupun beroperasi biasanya pagi dan sore,” katanya.
Terkait dengan keadaan demikian, Dishub tetap melakukan pembinaan terhadap pengusaha angkutan. Termasuk mengimbau supaya pengusaha angkot tetap mengurus uji kir dan tetap patuh pada protokol kesehatan saat beroperasi. (hib/zal)