RADARSEMARANG.COM, Demak – Proses sidang empat terdakwa kasus penganiayaan dan perusakan tambak garam di PN Demak kemarin, diwarnai aksi unjuk rasa sejumlah warga. Mereka memprotes empat terdakwa yang sebelumnya di tahan di Rumah Tahanan (Rutan) Demak kemudian berubah menjadi tahanan kota.
Terdakwa kasus itu adalah, Sutriman, Ahmad Sali, Shobirin, dan Sholehan. Mereka menjalani dua persidangan sekaligus. Yaitu, kasus penganiayaan dan terkait kasus perusakan tambak.
Dalam aksi unjuk rasa itu, keluarga korban mengusung beberapa lembar poster. Antara lain, berbunyi; kami ingin keadilan ditegakkan, hukum bisa dibeli Sholeh Cs, pengadilan masuk angin tidak berani menahan Sholeh Cs, pengadilan loyo, Sholeh Cs sakti, dan lainnya.
Mahmudah, selaku keluarga Farichah menegaskan, aksi unjuk rasa dilakukan lantaran pihak keluarga korban tidak bisa menerima keputusan penahanan kota terhadap para terdakwa tersebut.
“Rasanya keadilan tidak berpihak pada keluarga korban. Kasus ini terjadi sejak 26 April 2018 silam. Artinya, sudah dua tahun. Namun, sekarang sedang disidangkan. Kami minta keadilan. Tegakkan hukum,” ujarnya.
Sebelumnya, untuk kasus penganiayaan telah disidangkan dan pengadilan memvonis terdakwa Sholehan dengan hukuman 4 bulan penjara. Namun, terdakwa mengajukan banding.
Peristiwa kasus perusakan tambak dan penganiayaan bermula dari sengketa lahan tambak garam di Desa Tedunan, Kecamatan Wedung pada 2018. Para terdakwa mengklaim bahwa tambak garam menjadi wilayah kuasanya. Lantaran korban menolak diajak kerja sama, terdakwa kemudian diduga melalukan pemukulan terhadap korban. Para terdakwa juga merusak gulungan membrane tambak sepanjang 15 meter. Kincir angin juga dirusak. Atas kejadian ini, korban mengalami kerugian sekitar Rp 14 juta lebih.
Kuasa hukum korban Yusuf Istanto mengatakan, pihaknya memprotes PN Demak terkait penetapan tahanan kota bagi para terdakwa hanya karena ada yang sakit gula (diabetes). Padahal, kata dia, informasi yang diterima, yang sakit gula hanya satu orang terdakwa. Yang lain kondisinya sehat.
Mestinya, kata dia, PN Demak menempatkan status empat terdakwa itu sebagai tahanan yang menjalani hukuman di Rutan Demak. “Jadi, keputusan status rumah tahanan kota bagi terdakwa, tentu sangat melukai rasa keadilan bagi korban,”ujarnya. Kejadian itu telah dilaporkan ke Komisi Yudisional (KY) Jateng.
Humas PN Demak, Obaja Sitorus SH menyampaikan, keputusan PN Demak yang menetapkan para terdakwa dengan tahanan kota lantaran pihak kejaksaan tidak menahan mereka. Kalau mereka (terdakwa) kooperatif, maka majlis hakim tetap melanjutkan tidak melakukan penahanan. “Sebaliknya, jika terdakwa tidak kooperatif, maka majlis hakim bisa memutuskan penahanan. Ini sesuai dengan pasal 170 KUHP,” ujarnya. (hib/zal/bas)