“Gaji karyawan ternyata tidak sebesar yang dilaporkan ke saya. Uang makan yang tercantum juga tidak diberikan. Bahkan setiap bulan gaji karyawan dipotong untuk menutup kelebihan bahan baku,” terangnya.
AD yang merasa dicurangi kemudian memilih mundur dari kemitraan. Karena jika diteruskan akan semakin merugi. Ia kemudian melaporkan pemilik merk ke Polres Batang. Mediasi yang berulang kali difasilitasi Polres ternyata tidak mencapai kesepakatan. Pemilik merk tidak bisa mengembalikan modal AD, Rp 250 juta. AD yang terlanjur kecewa kemudian menerima tawaran pemilik merk untuk pengembalian semua barang yang dibeli dari uangnya.
AD kembali dibuat kecewa karena barang yang diantar ke rumahnya tidak sesuai dengan yang ada di toko Limpung. “Mixer, alat pengembang roti, oven dan aksesoris seperti kursi, TV dan alat musik serta sisa bahan baku roti bukan yang di toko Limpung. Saya tahu karena punya dokumentasinya. Bentuk dan merk juga beda. Lebih parahnya ada salah satu barang yang ada tulisan Ngawi. Mungkin itu berasal dari toko yang ada di Ngawi”, lanjutnya.
AD menduga barang-barang yang di toko Limpung yang dibeli memakai uangnya ditukar dengar barang lain. Waktu toko tutup bulan Oktober 2022, semua barang diangkut ke Magelang tanpa sepengetahuannya. Barang-barang itu baru diantar ke rumah akhir Mei 2023. AD memastikan sebagian besar barang itu bukan miliknya. Pihak Polres Batang masih berupaya mempertemukan kedua pihak. (yan/bas)