RADARSEMARANG.COM, Batang – Kesenian tradisional Singo Barong sangat terkenal di Jawa. Sejarah kesenian ini ternyata cikal bakalnya dari Batang. Tepatnya dari Alas Tunggorono yang menjadi bagian dari Alas Roban. Berada di wilayah pesisir timur Kabupaten Batang hingga selatan ke wilayah Pegunungan Bismo Dieng. Singo Barong merupakan perwujudan Singa Putih besar yang sakti. Dulu menjadi salah satu penghuni hutan ini.
Di Kabupaten Batang, tepatnya di Desa Krengseng, Kecamatan Gringsing, terdapat grup Langgeng Budoyo yang memainkan kesenian Singo Barong. Grup ini masih eksis dan setia dengan pakem pertunjukan asli, tanpa campur tangan hiburan modern.
Kelompok kesenian Singo Barong yang dipimpin Bejo ini sudah berdiri sejak 1980. Beranggotakan remaja dari lingkungan sekitar. Dari grup kecil ala kadarnya, sekarang Langgeng Budoyo menjadi besar dan menjadi referensi kesenian serupa di Batang.
Mbah Dawam, 81, penasihat sekaligus pawang Langgeng Budoyo menceritakan, cikal bakal munculnya kesenian Singo Barong ini bermula dari raja di Jenggolo Manik di wilayah Jawa Timur yang mempunyai putri cantik bernama Dewi Sekartaji. Karena kecantikannya itu, ia menjadi incaran para kesatria. Sang Raja Jenggolo Manik lalu membuat sayembara bagi siapa saja yang ingin menyunting Dewi Sekartaji harus membawa macan putih yang bisa “Toto Jalmo” atau berperilaku seperti manusia sebagai mahar.
Sayembara ini akhirnya direspon oleh Panji Asmorobangun dari Kerajaan Kediri. Yang kemudian mengutus dua abdinya bernama Bancak Doyok atau lebih dikenal sebagai Penthul Tembem. Dua abdi ini selama berbulan-bulan keluar masuk hutan mencari macan putih. Dalam upaya pencarian Bancak Doyok masuk berbagai hutan angker di Pulau Jawa. Akhirnya masuk Alas Tunggorono bagian dari Alas Roban.
Setelah membabat semak belukar dan pohon-pohon besar, Bancak Doyok bertemu dengan macan putih. Keduanya pun bertarung hebat. Macan putih kalah. Dan minta jangan dibunuh dan bersedia dijadikan mahar Panji Asmorobangun untuk Dewi Sekartaji.
“Perjuangan Bancak Doyok ternyata tidak semudah itu. Karena ada beberapa makhluk gaib lain yang mengganggu. Macan ireng, macan loreng, dan gendruwo berusaha menghalangi. Makanya di kesenian Singo Barong selain macan putih, ada juga macan ireng dan loreng. Untuk gendruwo diwujudkan dalam bentuk Dawangan dan setanan,” jelas Mbah Dawam kepada RADARSEMARANG.COM.
Pimpinan Kelompok Kesenian Singo Barong Bejo mengisahkan bagaimana suka duka mengurus grup Langgeng Budoyo, mulai dari pengadaan alat sampai ritual khusus supaya penampilan Singo Barong terlihat garang. Ketulusannya pada budaya lokal membawa Bejo habis-habisan berupaya agar kesenian tradisional Singo Barong tetap hidup. “Tak jarang, saya nombok untuk menutup biaya operasional saat ditanggap,” akunya.