RADARSEMARANG.COM, Batang – DPRD Kabupaten Batang berharap, penanganan kasus kekerasan seksual berlangsung cepat. Kasus yang sudah lebih dari lima kali terjadi sejak 2022 ini perlu dikawal secara serius. Para korban mayoritas masih di bawah umur. Karenanya, hukuman maksimal adalah hal yang paling tepat.
Hal ini menyangkut generasi bangsa dan masa depan para korban yang telah direnggut pelaku. “Kasus ini perlu kita kawal diproses peradilan, jangan sampai nanti ada persoalan. Kalau kelamaan, image di masyarakat akan jelek, bahwa ada sesuatu yang tidak bisa sesuai dengan harapan masyarakat. Harapan masyarakat itu hukuman maksimal bagi para pelaku. Korbannya itu dampaknya luar biasa masa depannya hancur,” tegas Ketua DPRD Kabupaten Batang Maulana Yusup, Jumat (19/5).
Menurutnya, ada dua hal yang perlu difokuskan dalam penanganan kekerasan seksual. Pertama, penanganan terhadap kasus-kasus yang sudah terungkap. Berikutnya adalah pencegahan agar tidak ada kasus lainnya. Antisipasi atau tindakan pencegahan sangat penting. Hal itu yang akan dilakukan setelah rapat koordinasi hari Jumat (19/5) di Aula Kantor Bupati Batang.
“Kami apresiasi langkah Pemda, alhamdulillah pemerintah daerah cepat tanggap. Karena ini situasi yang sangat tidak mengenakkan bagi Kabupaten Batang. Ada beberapa kasus yang mencoreng nama Kabupaten batang. Alhamdulillah sudah dibentuk tim khusus, insyaallah kami terus memback-up mensupport,” ucapnya.
Berkaitan dengan kasus kekerasan seksual oleh kiai sekaligus pendiri Pesantren Al Minhaj yang sedang berjalan, pihaknya meminta pihak terkait bergerak cepat. Terutama Kementerian Agama. Keputusan penutupan pesantren sesuai rekomendasi harus segera dilakukan.
“Saya nyuwun tulung di Kemenag mungkin prosesnya dipercepat. Karena kalau terlalu lama, nanti saya khawatir ada sesuatu hal yang tidak bisa maksimal dalam proses hukum,” imbuhnya.
Sedangkan edukasi harus segera dilakukan. Edukasi perlu dilakukan terus menerus pada para stakeholder, santri juga orang tua. Menjaga anak-anak bukan hanya sekedar menyekolahkan, tapi juga memberikan pengetahuan tentang bagaimana menjaga diri, menjelasakan batasan-batasan bagian tubuh mana saja yang boleh dipegang orang lain dan tidak boleh dipegang orang lain. Kalau terjadi tindakan yang tidak diinginkan anak berani melapor, hal ini yang menurutnya susah.
Komunikasi orang tua dan anak harus benar-benar ditingkatkan untuk pencegahan. “Di DPRD kami berada di tengah-tengah masyarakat kalau ada apa-apa pasti bilangnya ke DPRD atau ke kepala desa misalnya, tidak mungkin langsung ke PJ Bupati,” tandasnya. (yan/wan/web/bas)