31 C
Semarang
Tuesday, 22 April 2025

Terkait Galian C Ilegal, Pj Bupati Batang Tak Mau Ambil Risiko Diskresi

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Batang – Munculnya usulan diskresi aturan pada tambang-tambang ilegal nyaris disepakati dalam diskusi Forkopimda bersama pengusaha tambang, Selasa (13/12).

Belakang diketahui, diskresi tersebut akan menabrak aturan dan punya konsekuensi hukum. Alasannya adalah tidak ada kekosongan aturan hukum, hingga tidak ada situasi mendesak yang bisa dijadikan alasan.

Pj Bupati Batang, Lani Dwi Rejeki sendiri mengaku tidak berani melakukan diskresi. Pihaknya tidak mau mengambil risiko karena dasar hukum yang tidak kuat. “Kalau diskresinya menabrak aturan ya kami tidak berani,” tegas Lani di kantornya.

Menurutnya, forum diskusi yang menghadirkan para penambang itu ditujukan agar pengusaha tambang mau mengurus perizinan. Agar semua tambang bisa legal. Para pengusaha tambang tersebut akan dipermudah dalam pengurusan perizinan, dengan catatan tidak menabrak aturan.

Saat ini Kabupaten Batang memiliki Perda RTRW Nomor 13 Tahun 2019. Tertuang di dalamnya zonasi untuk aktivitas pertambangan Golongan C. Pihaknya pun tegas, selama aturan belum berubah sebaiknya pertambangan dilakukan sesuai zonasi.

Penyusunan perda pun tidak sembarangan. Perlu kajian yang mendalam. Perlu melibatkan instansi terkait di tingkat Provinsi Jawa Tengah hingga pemerintah pusat. Perda RTRW Nomor 13 Tahun 2019 sendiri butuh waktu hingga tiga tahun. Sementara untuk melakukan perubahan Perda juga butuh waktu lama.

“Kajian tidak sekadar mengubah, atas dasar dampaknya bagaimana harus secara matang. Pendapatan ke PAD dari penambangan belum maksimal,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Batang, Handy Hakim menegaskan, pertambangan tidak hanya masalah lingkungan, tapi juga sosial. Masyarakat sekitar harus diberikan sosialisasi, bukan hanya pemilik lahan saja. Masyarakat sekitar wajib diperhatikan, mengingat truk cepat merusak jalan. Dampak yang ditimbulkan juga pasti menjadi perhatian masyarakat.

“Tambang kalau liar itu bahaya sekali. Kita tidak bisa memantaunya. Material yang diambil tidak terpetakan. Makanya bisa menimbulkan banjir, longsor, itu karena tidak ada pemetaan,” ucapnya.

Pihaknya sepakat, saat ini tidak ada kekosongan hukum karena ada Perda RTRW yang mengatur. Hadirnya Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) tidak menjadi alasan untuk situasi mendesak.

Menurutnya, kewajiban pemerintah daerah hanya merubah kebijakan yang bertentangan dengan PSN. Agar bisa dirubah sesuai dengan tujuan PSN. Contohnya perubahan RTRW di wilayah KITB yang semula perkebunan dan permukiman menjadi industri.

“Jadi kalau mendiskresi aturan tidak memungkinkan. Kita optimalkan yang sesuai Perda saja. Syarat diskresi kan harus ada kekosongan hukum dan kondisi darurat,” tegasnya.

Selain itu, beberapa wilayah yang mendapat larangan penambangan adalah daerah hulu. Hal ini berdasarkan aturan kementerian lingkungan hidup. Kategori hulu adalah lingkungan yang mempunyai sumber mata air. Karenanya, zonasi lokasi tambang Golongan C dalam perda RTRW ditarik ke bawah.

“Jadi hulu tuh sekarang dilarang ditambang, nanti akan berdampak kerusakan di hilir, bahkan di sepanjang hulu dan hilir. Makanya diharapkan semua di bawah saja, sehingga hulunya masih bagus,” ucapnya. (yan/zal)

Reporter:
Riyan Fadli

Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya