RADARSEMARANG.COM, Batang – Tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Batang mencapai Rp 33,1 miliar. Beberapa hal menjadi faktornya, salah satunya adalah adanya oknum perangkat desa nakal. Mereka tidak menyetorkan uang PBB tersebut, padahal sudah dibayarkan oleh wajib pajak.
“Faktornya ada beberapa yaiu data ganda, tidak ada tanah tapi ada Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), hingga uangnya dipakai perangkat desa (tidak disetorkan, Red),” ujar Kepala Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan, dan Aset Daerah (BPKPAD) Kabupaten Batang, Sri Purwaningsih, Selasa (22/11).
Secara rinci ia menyebutkan bahwa jumlah tunggakan PBB tersebut merupakan akumulasi dari 2002 hingga 2022. Total tunggakan PBB tercatat sebesar Rp 35,2 miliar dan baru terbayar Rp 2,1 miliar. Sehingga saat ini masih ada tunggakan pajak sebesar Rp 33,1 miliar.
Selain oknum perangkat desa nakal, ada faktor lain yang ditemukan. Yaitu subjek pajak telah meninggal hingga tidak ada ahli waris. Hal-hal itulah yang membuat tunggakan PBB di Kabupaten Batang cukup besar.
Purwaningsih menyebut sudah berkonsultasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pihaknya sudah menyusun langkah untuk menyelesaikan tunggakan PBB itu. “Kita sudah membuat surat kepada desa sejak Februari 2022. Sampai sekarang tidak dibayar-bayarkan,” tandasnya.
Kepala Bidang Penagihan, Evaluasi, dan Pelaporan PAD, Anisah mengakui ada kasus pemakaian uang PBB oleh perangkat desa. Warga sudah membayar ke pemerintah desa, namun tidak disetorkan oleh pihak desa. Namun, beberapa waktu terakhir beberapa pemerintah desa mendatangi kantornya untuk menyetorkan uang PBB.
“Ada yang beberapa tahun baru disetorkan, bahkan saya lihat ada yang setorannya numpuk sampai 10 tahun,” katanya.
Mencegah hal yang sama terulang, pihaknya akan menyertakan keterangan piutang PBB dalam SPPT. Sehingga wajib pajak akan tahu tunggakannya. Dengan cara itu perangkat desa tidak akan bisa main-main. Apalagi jika wajib pajak ternyata sudah membayar.
Terkait upaya terdekat mengurangi tunggakan PBB, ia akan melakukan penghapusan pembukuan dari 2002 hingga 2022. Saat ini, pihaknya sedang melakukan konfirmasi data pembayaran PBB dari pemerintah kecamatan dan desa.
“Hasil rekap itu nanti kami ajukan apakah bisa penghapusan mutlak atau tidak. Jika tidak bisa maka penghapusan hanya laporan keuangan tapi tidak menghapus hak menagih,” ucapnya.
Ia menyebutkan konfirmasi data berdasarkan Nomor Objek Pajak (NOP). Melalui NOP akan bisa dikonfirmasi langsung apakah wajib pajak sudah bayar atau belum. Lalu, jika pihaknya bisa mengonfirmasi kondisi wajib pajak. Saat dipastikan wajib pajak sudah meninggal, maka penghapusan mutlak bisa diajukan. “Kalau nilai penghapusan pembukuan nilainya bisa mencapai Rp 7,5 miliar,” bebernya. (yan/bas)