RADARSEMARANG.COM – Berawal dari kegelisahan melihat hasil pertanian yang dijemur di jalanan, Isnen Ambar Santoso menciptakan alat pengering bertenaga surya. Alat ini bisa mengeringkan biji-bijian dan rempah 50 persen lebih cepat.
Sehari-hari, Isnen Ambar Santoso menjadi aparatur sipil negara (ASN) Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Batang. Namun hal itu tak menghambat Isnen –sapaan akrabnya– untuk berkreasi. Warga Desa Kalisalak, Kecamatan Batang ini berhasil menciptakan alat pengering portabel bertenaga matahari. Alat ciptaannya itu bisa mengeringkan hasil pertanian 50 persen lebih cepat.
Wartawan RADARSEMARANG.COM berkesempatan melihat alat tersebut di halaman Kantor Bapelitbang Kabupaten Batang. Alat ciptaan Isnen itu baru saja memenangkan lomba Kreativitas dan Inovasi Masyarakat (Krenova) Kabupaten Batang 2022. Isnen baru saja selesai merakitnya. Butuh waktu 30 menit untuk merakit alat tersebut.
Sesuai namanya, alat pengering portabel, maka pengering hasil panen itu bisa dibongkar pasang dengan mudah. Bobotnya hanya sekitar 30 kilogram saja. Sehingga mudah dipindahkan ke berbagai tempat. Bangunan intinya hanya sebuah kubah berukuran 2,15 meter kali 2,1 meter dengan ketinggian 20 sampai 30 sentimeter. Kerangkanya menggunakan besi hollow, sehingga memiliki bobot ringan.
Ada kipas dan pengukur suhu yang ditempelkan di dalam ruang inkubasi. Alat itu terhubung dengan aki sabagai baterai dan panel surya sebagai penghimpunan daya. Kipas akan secara otomatis berputar menyesuaikan suhu yang diinginkan. Sehingga bisa mengeringkan lebih cepat. Misalnya, hasil panen yang biasa kering dalam tiga hari, bisa menjadi 1,5 hari saja.
“Fungsi alat ini untuk mengendalikan supaya suhu di dalam sesuai yang kita inginkan. Ada yang maksimal 40 derajat celsius ada yang 50 derajat celsius. Misalnya, empon-empon, laos, dan jahe itu suhu pengeringannya 50 derajat dan kelembabannya 20 persen,” jelasnya.
Piranti yang sangat sederhana itu ditemukannya pada 2020 lalu. Ia mengakui jika konsep dasar alat itu sudah lama. Yaitu, terowongan panas dan solar tunnel. Ia hanya menambahkan termostat untuk mengatur suhunya.
Alat berbentuk inkubator itu mampu menyimpan panas matahari dan menjaga kelembaban pada titik tertentu. Bisa digunakan untuk menampung biji-bijian, seperti kopi, kapulaga, cengkeh, jahe, dan rempah-rempah lainnya. Kapasitasnya bisa mencapai 15 kilogram untuk mengeringkan empon-empon.
Isnen sudah memasarkannya lewat online. Bahkan sudah sampai Lampung, Atambua Nusa Tenggara Timur, dan lain sebagainya. Ia sudah merakit sekitar 150 unit. Harganya bisa mencapai Rp 12 juta sampai Rp 13 juta per unitnya.
“Ide awal alat itu berasal dari kegelisahan saya. Orang menjemur hasil panen itu di jalanan. Dari itu kualitas produknya tidak bisa dijamin higienisnya. Terinjak manusia, sepeda motor, mobil, terkena debu, dan lainnya,” ujar Isnen.
Hujan tidak menjadi halangan untuk menjamur hasil panen. Namun kendalanya alat itu tidak bisa berfungsi pada malam hari. Isnen saat ini masih mengembangkan model yang lebih besar kubahnya. Sehingga bisa menangkap panas lebih lama dan bisa difungsikan saat teduh ataupun malam hari. Karena kekuatan pengeringannya bisa mencapai dua kali lipat. (yan/aro)